BAB
I
PENDAHULUAN
I.I.
Latar Belakang
Tanaman jati merupakan
tanaman yang memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi, karena tanaman jati
dapat dibuat sebagai bahan bangunan dan meubel yang memiliki kualitas dan kelas
pasar yang cukup tinggi. Tanaman jati tergolong tanaman yang dapat tumbuh
dengan baik di hutan tropis, dan tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik
di hutan hujan.
Tanaman jati termasuk
dalam famili verbenaceae, dimana daerah penyebarannya meliputi; Negara-negara
India, Birma, Kamboja, Thailand, Malaysia dan Indonesia. Di Indonesia jati
dapat tumbuh dengan baik di beberapa daerah seperti Jawa, Muna, Buton, Maluku
dan Nusa Tenggara.
Dengan semakin
tingginya kebutuhan masyarakat akan jati, maka menyebabkan pembudidayaan
tanaman jati harus ditingkatkan agar menghasilkan produksi yang seimbang dengan
kebutuhan pasar terhadap kayu jati tersebut. Oleh karena itu,
penelitian-penelitian tentang pembudidayaan jati harus terus dilakukan untuk
menemukan metode yang tepat dengan hasil yang baik serta biaya yang relatif
murah.
Secara umum, tanaman
jati dapat dibudidayakan secara generatif dan vegetatif. Dimana pembudidayaan
jati secara generatif dapat dilakukan dengan cara memperbanyak tanaman jati
melalui biji yang ditanam secara langsung, sedangkan pembudidayaan tanaman jati
secara vegetatif dapat dilakukan dengan cara memperbanyak tanaman jati tersebut
menggunakan bagian-bagian atau organ dari tanaman jati tersebut.
Di Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sumber Daya Hutan (Puslitbang-SDH) Perum Perhutani Cepu, tanaman
jati dibudidayakan dengan cara vegetatif. Perbanyakan tersebut diantarannya
dilakukan dengan cara; stek pucuk, grafting dan kultur jaringan. Perbanyakan
dengan kultur jaringan ini memungkinkan tanaman mempunyai sifat genetik dan
epigenetik yang sama dengan induknya, sehingga mampu mencukupi kebutuhan bibit
secara besar dalam skala waktu yang tidak terlalu lama.
I.2.
Maksud dan Tujuan
Ada pun maksud dan
tujuan dari pelaksanaan praktek kerja lapangan di pusat penelitian dan
pengembangan sumber daya hutan (Puslitbang-SDH) Perum Perhutani Cepu adalah
sebagai berikut :
1)
Untuk mengetahui proses dan prosedur
dalam kultur jaringan tanaman jati.
2)
Untuk mengetahui perlakuan apa saja yang
diberikan dalam kultur jaringan tanaman jati.
3)
Untuk mengetahui kendala keberhasilan
dan kegagalan dari kegiatan kultur jaringan tanaman jati.
I.3.
Kegunaan Laporan
Ada pun manfaat dari
laporan kerja lapangan yang dilaksanakan di pusat penelitian dan pengembangan
sumber daya hutan (Puslitbang-SDH) Perum Perhutani Cepu adalah sebagai berikut
:
1)
Untuk mendokumentasikan hasil dari
kegiatan praktek kerja lapang yang telah dilaksanakan.
2)
Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa,
khususnya mahasiswa kehutanan dan masyarakat yang mendalami tentang perbanyakan
tanaman secara vegetatif dengan metode kultur jaringan.
I.4.
Lokasi dan Waktu PKL
LOKASI
:
Di Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Hutan (Puslitbang-SDH), Perum
Perhutani di Desa Batokan, Kecamatan Kasiman, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.
WAKTU
:
Kegiatan praktek kerja lapang ini dilaksanakan pada tanggal 26 Januari sampai
20 Februari 2011.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.I
Tentang Jati (Tectona grandis Linn.
f)
2.1.1.
Penyebaran Jati
Menurut Chintya (2006
dalam Zulharman 2009), Jati (Tectona
grandis Linn.f.) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam famili
verbenaceae, dengan nama lokal jati (Indonesia); Sagun (India); Lyiu (Burma);
Mai sak (Thailand); Teak (Inggris); Teck (Prancis); Teca (Spanyol); Java teak
(Jerman).
Jati merupakan tanaman
berkayu keras yang tumbuh di daerah tropis. Berasal dari bagian selatan hingga
tenggara benua asia, dan biasanya dijumpai sebagai bagian dari vegetasi hutan
semusim. Jati merupakan jenis pohon besar dengan ketinggian bisa mencapai 30-40
m. Umur dari tanaman ini bisa ditaksir dengan melihat lingkaran luar/dalam
(pada batang pohon), yang mana lingkaran ini terbentuk setiap tahun (Anonymous,
2011).
2.I.2.
Klasifikasi Tanaman Jati
Berdasarkan klasifikasi
ilmiahnya, tanaman jati memiliki penggolongan sebagai berikut :
Kerajaan : Plantea
Divisi :
Magnoliophyta
Kelas :
Magnoliopsida
Ordo :
Lamiales
Famili :
Verbenaceae
Genus :
Tectona
Spesies :
Tectona grandis Linn. f. (Sumarna,
2004).
2.I.3.
Habitat jati (Tectona grandis l.f.)
Tanaman jati tumbuh
dengan baik di hutan tropis, dan tidak dapat berkembang (tumbuh) di hutan hujan
(rainforest). Bila musim kemarau/kering tiba, tanaman jati akan menggugurkan
daun-daunnya untuk mengurangi penguapan air. Jati dapat tumbuh di daerah dengan curah
hujan 1500–2000
mm/tahun dan suhu 27–36 °C baik di dataran rendah
maupun dataran tinggi. Tempat yang paling baik untuk pertumbuhan jati adalah
tanah dengan pH 4.5–7 dan tidak dibanjiri dengan air. Jati
memiliki daun berbentuk elips yang lebar dan dapat mencapai 30–60 cm saat
dewasa (Anonymous, 2011).
2.2.
Pengertian Kultur Jaringan
Menurut Nugroho dan Sugito
(2005 dalam Prakoeswa, Ribkahwati dan Suryaningsih, 2009), menyatakan bahwa
kultur jaringan dalam bahasa inggris disebut tissue culture. Tissue
atau jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama,
sedangkan culture atau kultur adalah
budidaya. Kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi
tanaman kecil yang mempunyai sifat sama seperti induknya.
Menurut Wattimena (1992) jenis
tanaman yang diperbanyak dengan kultur jaringan ditujukan terutama yang
menghadapi masalah seperti: daya perkecambahan bijinya rendah, tanaman-tanaman
hibrida yang tetua jantannya steril, tanaman langka dan tanaman yang selalu
diperbanyak dengan cara vegetatif.
2.3. Metode Kultur Jaringan
Menurut Suryowinoto (1996) sistem
perbanyakan klon in vitro dapat
dibagi dua, yaitu: metode padat (solid
method) dan metode cair (liquid
method).
2.3.1.
Metode Padat (Solid Method)
Metode padat merupakan campuran/emulsi 1 liter air
setelah diberi medium dasar (murashige
dan skoog, vacin dan went, nitsch, n6, linsmaier dan skoog, street, atau medium dasar lain), masih harus ditambah dengan agar
6-7,5 g per liternya, menurut kepadatan yang dikehendaki dapat ditambah jumlah
agarnya.
Metode padat dilakukan dengan
tujuan untuk mendapatkan kalus (induksi kalus), dan kemudian dengan medium
deferensiasi yang berguna untuk menumbuhkan akar serta tunas, sehingga kalus
dapat tumbuh menjadi planlet.
2.3.2.
Metode Cair (Liquid Method)
Yang dimaksud dengan metode cair atau liquid method adalah kalau di dalam in vitro ini medianya air, karena tidak
diberi agar-agar atau zat organik lain yang menjadikan medianya padat. Tujuan
khusus dari suspensi sel adalah untuk memecah kalus menjadi single cell.
2.4.
Zat Pengatur Tumbuh
Harus diingat bahwa
dalam keadaan alamiah pertumbuhan tanaman, misalnya kearah mana tanaman tumbuh
dan berkembang selain dipengaruhi oleh faktor tanah, pupuk, pencahayaan dan
irigasi (faktor luar) juga sangat dipengaruhi oleh faktor dalam terutama kondisi
hormonal.
Keberadaan hormon dan
zat pengatur tumbuh dalam kegiatan kultur jaringan adalah mutlak. Karena
kegiatan kultur jaringan umumnya menggunakan bahan tanam yang tidak lazim (sel,
jaringan atau organ) dan budidayanya adalah budidaya terkendali.
Hormon tumbuh (plant hormon) adalah zat organik yang
dihasilkan oleh tanaman, yang dalam konsentrasi rendah dapat mengatur proses
fisiologis. Zat pengatur tumbuh dalam
tanaman terdiri dari lima kelompok yaitu auksin,
gibbellerin, cytokinin, ethylene, dan inhibitor dengan ciri khas dan pengaruh
yang berlainan terhadap proses fisiologis. Dengan demikian, pertumbuhan tanaman
menjadi lebih cepat (Wudianto, 1999).
2.4.I. Auksin
Kata auksin berasal dari
bahasa yunani auxein yang berarti
meningkatkan. Salah satu peran auksin
adalah pembelahan sel, diferensiasi trachea, dominasi apikal, pembentukan akar
baru, pembentukan tunas, pembentukan buah partenokarpi. Hormon-hormon berikut ini masuk dalam golongan auksin yaitu IAA (Asam Indol Asetat) berfungsi untuk pembentukan akar adventif, NAA (Asam Naftalena Asetat) berfungsi untuk
pembentukan embrio somatik, dan IBA (Asam
Indol Butirat) berfungsi untuk pembentukan tunas adventif.
2.4.2. Sitokinin
Merupakan nama kelompok hormon tumbuh yang sangat penting sebagai
pemacu pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur jaringan. Salah satu peran
sitokinin dapat menstimulir terjadinya pembelahan sel, proliferasi kalus,
pembentukan tunas, mendorong ploriferasi meristem ujung/dobme, menghambat
pembentukan akar dan mendorong pembentukan klorofil pada kalus. Sitokinin yang
sering digunakan dalam kegiatan kultur jaringan adalah; kinetin (6-furfurylaminopurine), BAP/BA (6-benzylaminopurine/6-benzyladenin) dan
BAP (SD8339)(6-benzylamino)-9-(2-tetrahydropyranyl)
(-9H-purine).
2.4.3. Etilen
Merupakan satu-satunya hormon tumbuh yang bersifat gas dan akan
terbentuk pada setiap jaringan yang mengalami penuaan atau stress.
Keberadaannya berkaitan dengan jumlah auksin alami pada tanaman, ada fenomena
keseimbangan antara level auksin dan etilen. Beberapa etilen sinietik telah
mampu dibuat dan ditemukan, yang paling banyak digunakan dalam kegiatan kultur
jaringan tanaman adalah ethophon (2-CEPA atau 2-chloroethylphosphonic acid).
Gamborg dan Larue (1968, 1971 dalam Santoso dan Nursandi, 2003)
melaporkan bahwa pada kultur suspensi sel beberapa tanaman dapat memproduksi etilen sebesar 1220 n moles/hari/g berat
kering sel. Produksi terbesar pada fase pertumbuhan statisioner, baik pada
ruang bercahaya atau ruang gelap.
Etilen berpengaruh mampu menurunkan sintesis klorofil dan
kloroplas, mendorong pertumbuhan kalus, tetapi menghambat pembentukan akar dan
tunas pada tanaman wortel.
2.4.4. Gibberilin
Gibberilin (GA) merupakan salah satu zat pengatur tumbuh atau hormon yang
dihasilkan dari filtrat kultur fungus giberela fujikurosi. Pemberian giberelic acid selain menambah tinggi
tanaman juga menambah luas daun dan berat kering tanaman (Kusumo, 1990).
Gibberellic
acid mempunyai fungsi yakni, menyebabkan tanaman kerdil menjadi raksasa
dalam waktu yang relatif cukup singkat, biji dan tunas cepat tumbuh,
menyebabkan tanaman mencapai ketinggian 3 sampai 5 kali tanaman normal dan
mempersingkat waktu panen. Hal ini menunjukkan peranan gibberellic acid sangat penting bagi pertumbuhan tanaman.
Kristal gibberellic acid dapat diisolasi dari filtrat kultur cendawan.
Penelitian intensif yang dilakukan bahwa. gibberellic
acid sebenarnya campuran dari sekurang-kurangnya 6 gibberellic yang disebut GA1,
GA2, GA3, GA4, GA5 dan GA6. Pengaruh
gibberellic meliputi peningkatan
pembelahan dan pembesaran sel. Banyak tanaman (2 tahun) dengan menggunakan asam gibberellic mempunyai siklus
setahun. Hormon gibberellic terdapat
dalam organ akar, batang, tunas-tunas, bunga, bintil akar, buah dan jaringan
kalus. Gibberellic lebih efektif
terhadap tanaman (Heddy, 1986).
2.5.
Manfaat Kultur Jaringan
Menurut Wattimena dalam Mariska, (1998) menyatakan bahwa
bioteknologi tanaman merupakan suatu usaha memperbaiki sifat tanaman untuk
mempertinggi produksi dan kualitas tanaman melalui manipulasi sel dan molekul.
Manipulasi sel dan molekul dari suatu tanaman dilaksanakan melalui kultur
jaringan. Aplikasi praktis dari kultur jaringan yang sangat dirasakan
manfaatnya serta menguntungkan adalah produksi bibit yang cepat. Walaupun
demikian masih sangat banyak manfaat lainnya seperti perbaikan tanaman,
pelestarian plasma nutfah dan produksi senyawa sekunder.
Selain kegunaan dalam penyediaan
bibit unggul secara massal, penguasaan teknologi in vitro juga sangat diperlukan dalam merekayasa genetik tanaman.
Pengembangan klon unggul melalui transfer gen sangat tergantung pada kemampuan
kita untuk meregenerasi dan menggandakan tanaman hasil transformasi genetik (Tahardi,
1999).
Teknologi ini didasari oleh sifat sel yang masing-masing mampu
membentuk individu baru secara utuh yang mempunyai sifat identik dengan
induknya khususnya sel yang masih muda baik yang berasal dari organ vegetatif
misalnya akar, batang dan daun maupun organ generatif yaitu embrio atau bagian
dari bunga (Nurhaimi, 1995).
Ada pun manfaat dari kultur jaringan tanaman jati menurut Rahardja
(1989), adalah sebagai berikut :
·
Menghasilkan tanaman baru dalam
jumlah banyak dalam waktu singkat, dengan sifat dan kualitas sama dengan
tanaman induknya.
·
Dapat menciptakan varietas
baru.
·
Untuk memperbanyak tanaman
yang secara alamiah sulit tumbuh/dikembangbiakan.
·
Dapat menghasilkan tanaman
baru yang bersifat haploid (tanaman
yang sel-selnya punya jumlah benang kromosom setengah dari jumlah normal).
·
Menghasilkan tanaman baru
bebas virus/penyakit.
BAB
III
GAMBARAN
UMUM
PUSAT
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA HUTAN
(PUSLITBANG-SDH)
PERUM PERHUTANI CEPU
3.1
Letak dan Lokasi
Pusat
Penelitian dan Pengembangan sumber daya hutan (Puslitbang-SDH) Perhutani terletak di jalan Wanasari-Batokan, Kecamatan Kasiman,
Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Batas administratif Puslitbang-SDH:
-
Secara koordinat cepu terletak di titik 7°9'0"S 111°34'47"E
-
Utara
berbatasan dengan kantor Industri Pengolahan Kayu Jati (IPKJ) Cepu.
-
Selatan
berbatasan dengan persawahan rakyat Batokan.
-
Bagian
barat berbatasan dengan Pusdiklat Kehutanan Perum Perhutani.
-
Bagian
timur berbatasan dengan tanah milik Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cepu seluas
1.449 ha.
3.2
Sejarah Perkembangan
Pusat
Penelitian
dan Pengembangan Perhutani
yang sebelumnya bernama Pusat Pengembangan Hutan, Pusat Jati
(Pusbanghut) didirikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 896/
MEN-HUT/ II / 1997 tanggal 29 September 1997,
diresmikan pada 5 Pebruari 1998 oleh Menteri Kehutanan Republik
Indonesia.
Fasilitas
yang dibangun dimaksudkan untuk menunjang kegiatan penelitian dan pengembangan
pemuliaan pohon dan uji silvikultur serta pengembangan bioteknologi. Bangunan fisik seperti laboratorium genetika molekuler,
laboratorium biologi sel, laboratorium kultur jaringan dan laboratorium
teknologi benih. Luas bangunan gedung laboratorium seluruhnya mencapai +1500
m2, di samping terdapat bangunan rumah kaca, rumah genset dan
lain-lain. Bangunan dilengkapi menara air, instalasi air dan listrik.
Dengan
diselesaikannya bangunan laboratorium penelitian dan pengembangan dengan kelengkapannya,
diharapkan mampu membantu kegiatan kajian genetika dan upaya untuk menghasilkan
bibit unggul jati yang memiliki sifat yang diinginkan.
Laboratorium
kultur jaringan berfungsi untuk melakukan regenerasi bibit/seedling secara vegetatif dan aseptik, dan saat ini telah mampu
memproduksi 300.000 bibit jati/tahun. Puslitbang-SDH dilengkapi dengan Arboretum sebagai konservasi ex situ berbagai varietas jati dengan
asosiasinya dan saat ini sudah ada koleksi 32 varietas jati yang ditanam pada
areal + 6 Ha, yang dilengkapi dengan asosiasi jati baik berupa pohon
atau tumbuhan bawah. Puslitbang-SDH juga dilengkapi dengan kebun pangkas jati dan persemaian +
10 Ha. Fungsi dari kebun pangkas untuk menghasilkan bibit dari pohon jati plus
dengan stek pucuk. Di kebun pangkas ini
sedang ditanam 160 pohon plus jati dengan teknik budidaya grafting sebagai pohon induk sumber stek pucuk. Sebelum ditanam di
lapangan bibit dari stek pucuk maupun bibit dari kultur jaringan dipelihara dan
dirawat di persemaian.
Kegiatan
pemuliaan pohon telah dimulai tahun 1980, melalui penelitian fenologi jati yang
diikuti dengan uji provenance jati dari beberapa KPH, yaitu KPH Bojonegoro,
Randu Blatung dan Blitar. Langkah-langkah pemuliaan pohon jati secara
sistematis dilakukan sejak 1981 dimulai dari pencarian pohon plus, pembangunan
bank klon, kebun benih klonal (KBK) dan uji keturunan.
3.3
Sumber Daya Manusia
Menurut
data kemajuan pegawai (DPK) sampai dengan Juli 2008, diperoleh data bahwa Puslitbang-SDH didukung oleh 115
karyawan yang terdiri dari PNS pusat = 21 orang, pegawai perusahaan = 60 orang,
calon pegawai perusahaan = 4 orang, pegawai haarian = 12 orang dan pegawai
kontrak = 18 orang. Rincian pendidikan:
1. Lulusan
SD : 20 orang
2. Lulusan
SLTP : 21 orang
3. Lulusan
SMU : 47 orang
4. Lulusan
SKMA : 1 orang
5. Lulusan
D1/D2/D3 : 10 orang
6. Sarjana
non kehutanan : 6 orang
7. Sarjana
kehutanan : 4 orang
8. Strata
2 : 6 orang
3.4 Alur Kerja Puslitbang-SDH Perhutani Cepu
|
|||
Gambar 3.1 Skema alur kerja di Puslitbang-SDH
Perhutani Cepu
(Sumber : Puslitbang-SDH
Perum Perhutani Cepu)
3.5
Deskripsi Alur Kerja Puslitbang-SDH Perhutani
·
Pohon
Plus Jati
Pohon jati plus adalah
pohon yang memiliki fenotip terbaik dibandingkan dengan pohon di sekitarnya.
Pohon jati plus dapat dipilih dari hutan alam atau dari tegakan jati.
Fungsi pohon jati plus
selain dapat dimanfaatkan kayunya, juga diambil mata tunasnya untuk grafting dan sebagai bahan analisis
keragaman genetik. Biji yang berasal dari pohon jati plus selanjutnya diuji
kemurniannya.
Menurut Erni (2006), ciri-ciri/karakteristik
pohon plus adalah sebagai berikut:
a)
Tinggi:
Pohon plus harus memiliki tinggi minimal sama dengan rata-rata tinggi pohon
pembanding.
b)
Bentuk
batang: Pohon induk harus lurus paling tidak 1/3 dari tinggi pohon dari bawah
serta tanpa puntiran.
c)
Diameter:
Diukur pada 1,30 cm dari permukaan tanah, pohon plus harus memiliki diameter
pohon minimal 10% lebih besar dibanding diameter pohon pembanding.
d)
Batang
bebas cabang: Pohon plus harus memiliki tinggi bebas cabang lebih dari 25% dari
tinggi.
e)
Tiggi
ke cabang besar pertama: Tinggi dari cabang besar pertama paling tidak 50% dari
tinggi pohon plus. Cabang besar adalah cabang yang permanen dan biasanya
berdiameter lebih dari 3 cm.
f)
Permukaan
batang halus: Permukaan batang harus halus, tanpa knob (tonjolan) atau bekas
cabang yang membesar.
g)
Keselindrisan
batang: Batang harus silindris dan persentase taper/kemiringan yang terbentuk
tidak terlalu tinggi.
h)
Cacat
batang yang lain: Batang tidak boleh menunjukkan tanda-tanda pecah, serangan
hama dan penyakit.
·
Laboratorium
Biologi Genetik Molekuler
Laboratorium ini adalah
sarana untuk mengetahui sifat genetik pohon jati plus. Setelah diketahui sifat
genetiknya kemudian pohon jati plus diperbanyak dengan teknik kultur jaringan.
·
Laboratorium
Biologi Seluler
Laboratorium ini adalah sarana untuk melakukan
penelitian dan pengembangan teknik dan metode perbanyakan vegetatif terhadap
pohon jati plus dan asosiasinya. Hasil dari penelitian dan pengembangan di
laboratorium diteruskan ke laboratorium kultur jaringan untuk dikembangkan
lebih lanjut.
·
Laboratorium
Kultur Jaringan
Laboratorium ini adalah
sarana untuk melakukan perbanyakan bibit jati asal pohon jati plus melalui
metode vegetatif dengan teknik kultur jaringan. Hasil dari kultur jaringan akan
diteruskan ke persemaian untuk mendapatkan perlakuan pemeliharaan yang
intensif.
·
Laboratorium
Teknologi Benih
Laboratorium ini adalah sarana untuk pengujian benih dengan melakukan
tahapan sortasi, ekstraksi, pengujian dan sertifikasi benih serta distribusi
benih.
·
Kebun
Pangkas
Kebun pangkas adalah
areal tanaman hasil perbanyakan vegetatif pohon jati plus dari teknik grafting dan dimanfaatkan sebagai sumber
uji bibit dengan teknik stek pucuk.
·
Persemaian
Lokasi persemaian terdiri atas shading area dan open area
yang digunakan untuk menyemaikan bibit asal laboratorium kultur jaringan dan
bibit jati dari kebun benih klonal dan selanjutnya diangkut ke lapangan tujuan.
·
Sarana-sarana lain
- Gedung Perkantoran
Gedung
ini merupakan sarana untuk memperlancar urusan administrasi.
- Gedung Pusat Informasi
Gedung
ini adalah sarana yang direncanakan untuk melakukan net working dan merangkum semua informasi mengenai
penelitian-penelitian dan pengembangan hutan jati dan asosiasinya.
- Perumahan Dinas
Perumahan
dinas diperuntukkan bagi karyawan yang mempunyai jabatan kepala sub seksi ke
atas.
- Arboretum
Arboretum
adalah lokasi kebun benih koleksi dan konservasi jenis-jenis jati baik lokal
maupun non lokal.
- Mobil Dinas
Untuk
kelancaran perjalanan, dilengkapi dengan 6 (enam) buah mobil dan 2 (dua) sepeda
motor.
- Sarana Lain
Sarana
lain yang ada, seperti sarana olah raga bagi keperluan para karyawan antara
lain ruang makan, lapangan tenis, lapangan bulu tangkis dan sarana ibadah
(Mushola).
3.5 Struktur Organisasi
Puslitbang
merupakan salah satu unit kerja dari Perum Perhutani yang berkedudukan di Cepu.
Puslitbang dipimpin oleh seorang Kepala Puslitbang yang bertanggungjawab kepada
Direksi Perum Perhutani (Cq. Kepala Divisi Perencanaan dan Pengembangan).
Direksi berwenang dalam menyebarkan visi dan misi Puslitbang yang kegiatan garis programnya adalah pemuliaan pohon dan
uji silvikultur serta bioteknologi yang bertujuan untuk memproduksi bibit
unggul.
Dalam menjalankan tugas-tugas pokoknya, kepala Puslitbang
dibantu oleh:
1.
Kepala
Bidang Pemuliaan Pohon dan Uji Silvikultur
Dalam
menjalankan tugasnya kepala bidang pemuliaan pohon dan uji silvikultur dibantu
oleh :
a. Kepala
sub bidang kebun benih dan persemaian
b.
Kepala
sub bidang laboratorium teknologi benih
2.
Kepala Bidang Bioteknologi
Dalam menjalankan
tugasnya dibantu oleh :
a. Kepala
sub bidang kultur jaringan
Membantu
kepala bidang bioteknologi dalam menyusun rencana kerja, mengkordinir kegiatan
di laboratorium kultur jaringan dan teknologi yang digunakan dalam proses
kultur jaringan.
b. Kepala
sub seksi persiapan alat dan media; membantu kepala sub kultur jaringan dalam
menyiapkan media untuk kultur jaringan.
3.
Peneliti
Membantu
kepala Puslitbang-SDH dalam mengadakan penelitian, pengembangan dan
menganalisis informasi yang diperoleh dalam pelaksanaan kegiatan penelitian dan
pengembangan. Dalam menjalankan tugasnya, peneliti dibantu oleh staff pelaksana
kegiatan penelitian.
4.
Kepala Tata Usaha
Merupakan
supporting process dari core process Puslitbang-SDH. Dalam hal
ini tata usaha sebagai unsur pendukung akan sangat menentukan kelancaran tugas
pokok Puslitbang-SDH.
Dalam menjalankan
tugasnya, kepala tata usaha dibantu oleh :
a.
Kepala
Sub Seksi Personalia; Memperlancar urusan aministrasi.
b.
Kepala
Sub Seksi Keuangan; membantu kepala tata usaha di bidang keuangan.
c. Kepala
Sub Seksi Rumah Tangga
Membantu
kepala tata usaha di bidang pelayanan rumah
tangga yang meliputi pemeliharaan bangunan dan instalasi.
d.
Kepala
Sub Seksi Perpustakaan, Dokumentasi dan Publikasi
Membantu kepala
tata usaha mengembangkan perpustakaan dan melakukan dokumentasi serta publikasi
hasil penelitian dan pengembangangan Puslitbang-SDH.
Gambar 3.2 Struktur Organisasi di
Puslitbang-SDH Perhutani Cepu
(Sumber : Puslitbang-SDH Perum
Perhutani Cepu)
3.6. Kepegawaian
3.6.1. Sistem Kerja
Di Puslitbang-SDH diberlakukan sistem 5 hari kerja, yaitu :
Hari Senin sampai Jum’at, kecuali karyawan di lapangan.
1.
Karyawan Kantor
- Hari
Senin sampai Kamis : Pukul 07.00 – 15.00 WIB, istirahat pukul 12.00 – 13.00 WIB
-
Hari
Jum’at :
Pukul 07.00 – 16.00 WIB, istirahat pukul 11.00 - 13.00 WIB.
2.
Karyawan Lapangan
Masuk kerja tiap
hari (Senin – Minggu) pukul 07.00 – 16.00, istirahat pukul 12.00 – 13.00
WIB.
Hari Jum’at pukul 07.00 – 16.00, istirahat pukul 11.00 –
13.00 WIB.
3.6.2.
Status Karyawan
1.
Karyawan Kontrak
Karyawan kontrak
adalah karyawan yang bekerja berdasarkan kontrak. Masa
kerja karyawan kontrak berdasarkan perjanjian yang telah disetujui.
2.
Karyawan Tetap
Kartawan tetap adalah karyawan yang bekerja
berdasarkan Surat Keputusan. Karyawan ini mendapat tunjangan serta memiliki
penggolongan dalam menerima upah. Kenaikan tingkat berdasarkan prestasi dalam
jangka waktu tertentu.
3.
Karyawan Musiman
Karyawan musiman ini bekerja jika ada pekerjaan dan
diliburkan sementara jika tidak ada pekerjaan. Karyawan jenis ini tidak
mendapat tunjangan dan pembayaran tiap 15 hari.
BAB
IV
HASIL
KEGIATAN
4.I
Tahap Kegiatan Pembuatan Kultur Jaringan
Kegiatan pembuatan
kultur jaringan yang dilakukan di Puslitbang SDH adalah sebagai berikut :
4.1.1
Tahap Persiapan
a. Pembuatan Media
Media
yang digunakan adalah media padat Murashige
and Skog (MS) sebagai media inokulasi awal atau pembuatan kultur.
Media ini mengandung semua komponen kimia
yang dibutuhkan oleh tanaman dan dipadatkan dengan menambah zat pemadat. Zat pemadat yang
digunakan adalah agar-agar bubuk (powder)
yang biasa digunakan sebagai bahan makanan. Agar –agar disini fungsinya adalah
sebagai pemadat media, gula sebagai sumber karbohidrat, serbuk arang untuk
mengurangi pencoklatan pada eksplan, ZPT untuk mempercepat pertumbuhan tunas
kultur jaringan, serta beberapa bahan kimia yang ditujukan sebagai sumber nutrisi makro dan mikro. Ada pun
bahan – bahan kimia tersebut adalah sebagai berikut :
Makronutrient
|
Mikronutrient
|
NH4NO3
KNO3
CaCl2.2H2O
MgSO4.7H2O
KH2PO4
|
KI
H3BO3
MnSO4.4H2O
ZnSO4.7H2O
Na2MoO4.2H2O
CuSO4.5H2O
CoCl2.6H2O
Na2EDTA.2H2O
FeSO4.7H2O
|
|
|
Terlebih
dahulu dibuat larutan stok sesuai dengan kebutuhan produksi kemudian dibagi ke
dalam botol-botol media dengan menggunakan dispenser dengan takaran 20-30 ml/botol.
Untuk media inokulasi awal, media ditambah dengan arang aktif.
b. Sterilisasi Alat dan Media
Alat-alat
yang akan digunakan untuk kultur jaringan dicuci bersih, kemudian dikeringkan
selama beberapa menit, lalu dibungkus kertas bersih seperti kertas folio atau
A4, kemudian disterilisasi dalam autoclaft
pada suhu 1210C tekanan 15 Atm selama 20-30 menit.
Media
yang akan digunakan untuk kultur jaringan juga harus disterilisasi terlebih
dahulu, agar tidak terjadi kontaminasi pada media. Tahapan- tahapan sterilisasi media adalah sebagai
berikut:
1.
Mengisi
autoclaft dengan aquadest sebanyak 5 liter.
2.
Memasukkan
media yang sudah siap untuk disterilisasi.
3.
Menutup
sampai rapat autoclaft.
4.
Membuka
katup pada autoclaft.
5.
Menghubungkan
autoclaft dengan sumber listrik.
6.
Memasang
timer sesuai kebutuhan.
7.
Menutup
katup autoclaft apabila sudah
mengeluarkan uap + 1 menit.
8.
Mengamati
terus selama proses berjalan.
9.
Memperhatikan
tekanan tidak boleh lewat tanda strip.
10.
Menunggu suhu naik hingga 1220C.
11.
Setelah
timer berbunyi jangan langsung
dimatikan, amati apakah suhu sudah tercapai.
12.
Memutuskan
aliran listrik dengan autoclaft.
13.
Menunggu
2-3 menit.
14.
Membuka
katup secara bertahap dan perlahan.
15.
Membuka
tutup autoklaft pelan-pelan.
16.
Untuk
mengangkat media, tunggu sampai uap habis.
c.
Langkah-langkah
Persiapan Penanaman
1.
Menyalakan
Laminair Air Flow Cabinet (LAFC).
2.
Mensterilisasikan
tangan dan peralatan dengan alkohol 70%.
3.
Menyiapkan
alat dan bahan.
4.
Menunggu
0,5-1 jam (kecuali pada pekerjaan inokulasi awal).
5.
Memastikan
alat dan bahan sudah lengkap.
6.
Memperhatikan
hembusan angin pada lampu spirtus. Jika hembusan terlalu kencang, maka kekuatan
angin dikurangi.
4.1.2
Tahap Pembuatan Kultur Jaringan (Inokulasi awal)
a)
Pemilihan
Eksplan adalah
jaringan/organ yang digunakan dalam kultur jaringan. Eksplan yang digunakan
adalah ujung pucuk-pucuk apikal (panjang ± 20 mm) saja, teknik ini disebut
sebagai shoot-tip culture, namun bila
eksplan yang digunakan adalah ujung pucuk apikal beserta bagian tunas lain
dibawahnya disebut sebagai shoot culture.
Eksplan diambil dari
pohon jati plus (PJP) yang secara fisiologi berumur muda pada bagian
pucuk/tunas lateral. Bagian ini mampu tumbuh terus dan tetap muda dalam kultur in vitro, karena jaringan selnya masih
aktif membelah (jaringan meristem).
Besar kecilnya eksplan
yang digunakan mempengaruhi keberhasilan kultur pucuk. Semakin kecil eksplan,
semakin kecil kemungkinannya untuk terkontaminasi oleh mikroorganisme namun
semakin kecil juga kemampuannya untuk beregenerasi dan memperbanyak diri.
Sebaliknya, semakin besar eksplan yang digunakan, maka semakin besar
kemampuannya untuk beradaptasi dalam kondisi invitro, namun makin besar juga
kemungkinannya untuk terkontaminasi, makin banyak kebutuhannya akan media dan
makin besar wadah/botol kultur yang diperlukan.
Eksplan diambil pada
awal musim kemarau sebelum jati menggugurkan daunnya. Pengambilan dilakukan antara bulan Juli sampai Agustus,
atau pada awal musim kemarau sebelum jati menggugurkan daunnya. Karena pada
masa itulah pucuk tanaman jati mengalami dormansi sehingga saat dilakukan
inokulasi, eksplan tidak mudah layu atau stress. Selain itu mudah bagi eksplan
untuk beradaptasi dan cepat dalam pertumbuhannya.
b)
Penanaman
eksplan
Penanaman
eksplan dilakukan di dalam laminair air
flow cabinet (LAFC) dengan kondisi aseptik dan steril. Sebelum kita
bekerja, kita harus mengenakan jas laboraturium agar jamur dan bakteri yang ada
diluar tidak ikut masuk mengontaminasi eksplan dan media, kemudian tangan
terlebih dahulu disemprot atau pun dibasuh dengan alkohol 70% agar tangan
benar-benar bersih dan steril. Selain itu, pekerja harus menggunakan masker
untuk mencegah terjadinya kontaminasi.
Eksplan
yang akan ditanam dipotong-potong menggunakan scalpel blade di dalam cawan petri. Irisan eksplan berbentuk persegi panjang dengan
mengiris bagian luar pucuk jati. Pengirisan dilakukan dengan hati-hati, jangan
sampai bagian meristem eksplan ikut terpotong. Setelah dibersihkan, eksplan
ditanam pada media Murashige and Skog (MS)
yang sudah dipersiapkan, saat penanaman harus dekat dengan bunzen agar tidak
ada bakteri dan jamur yang ikut masuk ke dalam botol media, kemudian ditutup
dengan aluminium foil, lalu disimpan di ruang kultur.
Setelah semua pekerjaan penanaman selesai, kemudian semua alat
dibersihkan, lalu dikering anginkan atau dijemur di bawah sinar matahari.
Setelah kering alat-alat tersebut dibungkus kembali dengan kertas dan
disterilkan dengan autoklaft. Dengan cara demikian alat-alat tersebut sudah
siap digunakan kembali.
c)
Pemeliharaan
Bahan tanam (eksplan) yang
sudah ditanam di media disebut dengan planlet. Eksplan yang sudah siap disimpan
di ruang kultur atau ruang inkubator yang suhunya diatur kurang lebih 250C
dan dilengkapi dengan lampu neon. Inkubator
adalah alat untuk menginokulasi suatu media atau sampel pada temperatur
tertentu dan dalam periode tertentu. Tujuan alat ini adalah untuk menyediakan
suatu kondisi terkontrol yang pas untuk pertumbuhan mikrobia pada suatu media.
Kompunen
inkubator adalah ruang inkubasi yang ditutup oleh 2 lapis pintu, pintu besi dan
pintu kaca. Pintu besi untuk mengamankan serta mengisolasi ruang, sementara
pintu kaca dibagian dalam memudahkan kita untuk mengecek sampel. Komponen lain
adalah pelat pemanas elektrik yang suhunya dapat dikontrol, dengan jangka suhu
25- 73ºC, serta panel pengatur suhu dan pengatur lamanya waktu (timer).
Eksplan yang sudah ditanam dalam media kultur jaringan perlu dipantau
pertumbuhannya setiap hari. Setelah kurang lebih 2 minggu, tunas/nodus akan
tumbuh pada eksplan. Setelah ± 8 minggu eksplan dipindah ke media baru tanpa arang aktif. Proses ini
disebut dengan penyegaran yang dimaksudkan untuk mencegah kematian dan
memaksimalkan pertumbuhan.
4.1.3
Multiplikasi
Enam minggu setelah
penyegaran, eksplan dipotong berdasarkan nodus menjadi beberapa bagian dan
ditanam kembali ke media baru untuk inisiasi pertumbuhan eksplan baru yang
lebih banyak. Proses ini disebut sub kultur, dan bisa dilakukan berulang kali
setiap eksplan berumur 6 minggu, tetapi proses sub kultur ini tidak boleh lebih
dari 6 kali, karena itu untuk menjaga kemurnian genetiknya. Kalau dilakukan
lebih dari 6 kali, maka kemungkinan besar eksplan tersebut akan mengalami
perubahan genetik meski eksplan tersebut berasal dari indukan jati plus
perhutani. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Ach_e11 dalam blognya (2011),
bahwa dengan
membatasi jumlah sub kultur sampai maksimal 8–10 kali dapat diperoleh klon
tanaman yang true-to-type. Teknik ini
telah digunakan secara luas untuk perbanyakan tanaman termasuk tanaman
hortikultura seperti pisang, asparagus, anggrek Cymbidium, dll.
4.1.4
Induksi Akar
Dalam kegiatan ini
eksplan dibersihkan dari media in vitro
dan direndam dalam larutan hormon IBA
dengan konsentrasi 3cc per 1 liter aquades selama beberapa menit. ZPT ini
berfungsi untuk merangsang pertumbuhan akar. Eksplan ditanam di media pasir
pada lingkungan baru untuk memacu pertumbuhan akar dan pemanjangan tunas.
Eksplan yang ditanam pada bak perakaran disirami air dengan menggunakan hand
sprayer pagi dan sore hari sesuai dengan keadaan cuaca. Kemudian ditutup rapat
dengan kaca agar udara luar tidak dapat masuk dan sinar matahari dapat
ditangkap oleh tanaman, setelah itu baru diletakkan di ruang screen. Pengamatan
dilakukan 2 kali dalam sehari (pagi dan sore hari).
4.1.5
Aklimatisasi
Aklimatisasi merupakan kegiatan memindahkan eksplan dari bak perakaran
(induksi perakaran) ke bedeng/polybag. Pemindahan dilakukan dengan hati-hati
dan bertahap. eksplan yang sudah dipindahkan diberi sungkup atau diletakkan
pada seeding area yang diberi paranit
di atasnya dengan fungsi sebagai kanopi agar eksplan terlindungi dari sinar
matahari langsung, udara bebas, hama dan penyakit, karena bibit hasil kultur
jaringan sangat rentan terhadap serangan hama dan penyakit serta udara bebas.
Setelah bibit mampu untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya, maka sungkup
dibuka secara bertahap sesuai dengan umur dan kondisi bibit, sampai sungkup
dibuka secara total yang berarti bahwa bibit tersebut sudah dapat beradaptasi
dengan alam luar/alam bebas. Biasanya setelah bibit berumur 1,5 bulan sudah
dapat dipindahkan pada open area.
Aklimatisasi ini bertujuan
untuk menyiapkan eksplan beradaptasi dari lingkungan tumbuh yang serba
terkendali ke lingkungan tumbuh yang sebenarnya. Jika tidak dilakukan proses
aklimatisasi, maka tanaman akan mengalami stres yang menyebabkan kematian
tanaman.
4.1.6
Persentase Eksplan Hidup
Eksplan
dikatakan hidup apabila keadaannya masih tampak segar, tidak busuk dan ada
tanda-tanda akan hidup. Pengamatan dilakukan 1 minggu sekali setelah penanaman.
Dihitung dengan rumus:
Tabel
Eksplan Tanaman Kultur Jaringan di Puslitbang SDH Cepu
Jumlah
eksplan yang di tanam
|
Jumlah
eksplan hidup (%)
|
Jumlah
eksplan mati
(%)
|
1000
eksplan
|
700
eksplan (70%)
|
300
(30%)
|
Berdasarkan data
yang diperoleh, dalam sehari Puslitbanghut SDH Cepu mampu memproduksi eksplan
tanaman sebanyak 1000 eksplan perhari. Dengan tingkat keberhasilan tumbuh yang
mencapai 70% dan yang gagal mencapai
30%. Banyaknya eksplan yang gagal tumbuh dipengaruhi oleh adanya kontaminasi
baik dilakukan oleh jamur maupun bakteri, karena pada saat pengambilan eksplan
kemungkinan besar eksplan belum dicuci, sehingga tingkat kesterilannya kurang.
Berhasilnya
kegiatan kultur jaringan sangat ditentukan oleh kecekatan kita dalam melakukan
kultur jaringan itu sendiri, seperti memperhatikan sterilnya peralatan kultur,
cepatnya kita memasukkan eksplan ke dalam media botol, penutupan mulut botol
yang rapat dan kondisi lingkungan dalam ruang kultur jaringan yang stabil, sedangkan
gagalnya kegiatan kultur jaringan kebanyakan disebabkan oleh terjadinya
kontaminasi oleh jamur maupun bakteri. Sebagian besar eksplan diserang oleh
bakteri, dengan ciri-ciri terdapat bercak berlendir berwarna putih dan
berlendir pada eksplan maupun pada media. Bercak ini semakin melebar dan
membuat koloni-koloni pada bagian-bagian dari eksplan dan media. Sedangkan pada
eksplan yang terkontaminasi oleh bakteri terdapat hyfa berwarna putih yang hitam. Seperti bakteri, jamur ini pun
terdapat pada eksplan dan mulai menyebar ke media. Kontaminasi ini bisa terjadi
karena beberapa faktor diantaranya adalah kurang sempurnanya proses sterilisasi
baik ruangan, peralatan, eksplan, maupun praktikan (aliran udara yang berasal
dari pernafasan dan pembicaraan, debu atau partikel yang terhambur dari tubuh
praktikan atau bahan steril yang tersentuh oleh praktikan). Oleh sebab itu,
sebelum melakukan kegiatan kultur jaringan para praktikan harus memahami
prosedur dan aturan dalam kultur jaringan.
Masalah-masalah
yang juga sering muncul dalam kultur jaringan adalah pencoklatan. Pencoklatan adalah
suatu karakter munculnya coklat atau warna hitam yang sering menghambat
pertumbuhan eksplan. Pencoklatan ini dapat terjadi akibat kurangnya perendaman
eksplan oleh larutan pemutih atau pembersih yang dapat mengurangi terjadinya browning
atau dapat juga disebabkan oleh terlalu lamanya kontak eksplan dengan udara
luar sebelum eksplan ditanam.
Vitrifikasi adalah
efek yang ditimbulkan oleh adanya kegiatan sub
kultur yang dilakukan secara terus menerus. Gejala ini ditandai dengan
munculnya pertumbuhan yang tidak normal, Seperti; Variabilitas genetic yang terjadi karena lingkungan mikro yang mencakup lingkungan dalam inkubator, dimana suhu ruangan inkubator sangat
menentukan optimasi pertumbuhan eksplan,
suhu yang terlalu rendah atau tinggi dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan pada eksplan.
BAB
V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Dari
hasil praktikum kerja lapangan yang telah dilaksanakan dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
o
Kultur jaringan adalah perkembangbiakan
tanaman secara vegetatif dalam kondisi yang serba terkendali (in vitro).
o
Manfaat utama dalam kultur jaringan
adalah untuk memperoleh tanaman baru dalam jangka waktu yang relatif singkat,
bebas hama penyakit serta mempunyai sifat fisiologi dan morfologi yang sama
persis dengan tanaman induknya.
o
Kelemahan kultur jaringan adalah
pengadaan alat dan bahan serta ruang khusus, sehingga membutuhkan biaya yang
relatif lebih besar dibandingkan dengan teknik perbanyakan lainnya.
5.2
Saran
o
Dalam proses kultur jaringan perlu
memperhatikan kesterilisasian alat dan bahan, karena alat dan bahan yang tidak
cukup steril dapat menyebabkan planlet terkontaminasi baik oleh jamur maupun
bakteri.
o
Sebaiknya Puslitbang-SDH Cepu melakukan
uji coba perbanyakan bagian pohon jati yang lain seperti daun untuk mengetahui
apakah bagian ini layak diterapkan pada proses kultur jaringan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 2011. Jati (on line).
Erni, 2006. Pengantar Pemuliaan Pohon Hutan. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.
Prakoeswa,
S.A., Ribkahwati dan Suryaningsih, D.R, 2009. Teknik Kultur Jaringan Tanaman Implementasi Beserta Aplikasi, Dan Hasil
Penelitian. CV Dian Prima Lestari. Surabaya.
Rahardja,
P.C, 1989. Kultur Jaringan, Teknik
Perbanyakan Tanaman Secara Modern. PT Penebar Swadaya. Jakarta.
Sumarna,
2004. Budi Daya Jati. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Suryowinoto,
M., 1996. Pemuliaan Tanaman Secara In
Vitro. Kanisius. Yogyakarta.
Wattimena,
G.A, 1992. Bioteknologi Tanaman. IPB.
Bogor.
Wudianto,
R., 1999. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang
Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa. Bandung.
Zakaria,
F. 2007. Perbanyakan Bibit Jati (Tectona Grandis)
Kultur Jaringan Di Pusat Pengembangan Sumber Daya Hutan. PKL tidak
diterbitkan. Malang: Program Strata 1 UMM.
Zulharman,
2009. Teknik Pembuatan Dan Pemeliharaan
Kebun Pangkas Jati (Tectona grandis L.F.) di BKPH klabang KPH Bondowoso. PKL tidak diterbitkan. Malang: Program
Strata 1 UMM.