MAKALAH
PENERAPAN
SIG DALAM KEHUTANAN
OLEH:
ARKANUDDIN
08740016
FAKULTAS
PERTANIAN-PETERNAKAN
JURUSAN
KEHUTANAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MALANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
I.I
Latar Belakang
Dalam
pemanenan hasil hutan di suatu kawasan areal hutan, sebelumnya para pekerja
harus membuat jalan sarad. Jalan Sarad merupakan jaringan jalan yang dibuat
untuk pengambilan kayu pada kawasan hutan produksi. Dengan perencanaan yang
baik jaringan jalan ini dapat menekan dampak kerusakan yang terjadi. Penggunaan
alat berat dalam kegiatan pembangunan jalan sarad dan penyaradan kayu juga
memberikan dampak besar terhadap kondisi hutan.
Jalan sarad dalam hutan sangat penting
peranannya untuk memudahkan para pekerja dalam mengangkut kayu ke tempat yang
dituju. Dalam hal ini, pembuatan jalan sarad tidak serta merta langsung begitu
saja, untuk lebih memudahkan para pekerja dalam pembuatan jalan sarad pekerja
harus menggunakan alat yang dapat memberi gambaran informasi mengenai kondisi
geografis tempat tersebut. Alat yang digunakan ini adalah SIG.
Sistem Informasi Geografis
(bahasa Inggris: Geographic Information System
disingkat GIS) adalah sistem informasi khusus yang mengelola data
yang memiliki informasi spesial (bereferensi keruangan). Atau dalam arti yang
lebih sempit, adalah sistem komputer yang
memiliki kemampuan untuk membangun, menyimpan, mengelola dan menampilkan
informasi berefrensi geografis, misalnya data yang diidentifikasi menurut
lokasinya, dalam sebuah database. Para praktisi juga memasukkan orang
yang membangun dan mengoperasikannya dan data sebagai bagian dari sistem ini.
Teknologi Sistem
Informasi Geografis dapat digunakan untuk investigasi
ilmiah, pengelolaan
sumber daya, perencanaan
pembangunan, kartografi
dan perencanaan rute. Misalnya, SIG bisa membantu perencana untuk secara cepat
menghitung waktu tanggap darurat saat terjadi bencana alam,
atau SIG dapat digunaan untuk mencari lahan
basah (wetlands) yang membutuhkan perlindungan
dari polusi
I.2 Rumusan Masalah
Bagaimana fungsi dan penerapan SIG dalam kehutanan?
BAB. II
DASAR TEORI
2.I Konsep dasar Sistem Informasi Geografis
Pertengahan 1970-an telah dikembangkan sistem-sistem yang
secara khusus dibuat untuk menangani masalah informasi yang bereferansi
geografis dalam berbagai cara dan bentuk. Masalah-masalah ini mencakup:
- Pengorganisasian data dan informasi.
- Penempatan informasi pada lokasi tertentu.
- Melakukan komputasi, memberikan ilusi keterhubungan satu sama lainnya (koneksi), beserta analisa-analisa spasial lainnya.
Sebutan umum untuk sistem-sistem yang menangani
masalah-masalah tersebut adalah Sistem Informasi Geografis. Dalam literatur,
Sistem Informasi Geografis dipandang sebagai hasil perpaduan antara sistem
komputer untuk bidang Kartografi (CAC) atau sistem komputer untuk bidang
perancangan (CAD) dengan teknologi basis data (data base).
Pada awalnya, data geografis hanya disajikan di atas peta
dengan menggunakan symbol, garis dan warna. Elemen-elemen geografis ini
dideskripsikan di dalam legendanya misalnya: garis hitam tebal untuk jalan
utama, garis hitam tipis untuk jalan sekunder dan jalan-jalan yang berikutnya.
Selain itu, berbagai data yang di-overlay-kan berdasarkan
sistem koordinat yang sama. Akibatnya sebuah peta menjadi media yang efektif
baik sebagai alat presentasi maupun sebagai bank tempat penyimpanan data
geografis. Tetapi media peta masih mengandung kelemahan atau keterbatasan.
Informasi-informasi yang disimpan, diproses dan dipresentasikan dengan suatu
cara tertentu, dan biasanya untuk tujuan tertentu pula, tidak mudah untuk
merubah presentasi tersebut karena peta selalu menyediakan gambar atau simbol
unsur geografis dengan bentuk yang tetap walaupun diperlukan untuk kebutuhan
yang berbeda.
2.2 Definisi Sistem Informasi
Geografis
Sistem
Informasi Geografis (SIG) adalah suatu prosedur manual atau beberapa set
berbasis komputer dari prosedur-prosedur yang digunakan untuk mengumpulkan atau
memanipulasi data geografis. SIG dapat juga diartikan sebagai himpunan atau
kumpulan yang terpadu dari hardware, software, data dan liveware (orang-orang
yang bertanggungjawab dalam merancang, mengimplemantasikan dan menggunakan
SIG). SIG juga merupakan hasil dari perpaduan disiplin ilmu didalam beberapa
proses data spasial. Hal ini dapat dilihat dari gambar berikut ini
Berdasarkan
pengertian-pengertian diatas, maka Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat
berfungsi sebagai: bank data terpadu, yaitu dapat memandu data spasial dan non
spasial dalam suatu basis data terpadu; sistem modeling dan analisi, yaitu
dapat digunakan sebagai sarana evaluasi potensi wilayah dan perencanaan
spasial; sistem pengelolaan yang bereferensi geografis, yaitu untuk mengelola
operasianal dan administrasi lokasi geografis; sebagai sistem pemetaan
komputasi, yaitu sistem yang dapat menyajikan peta sesuai dengan kebutuhan.
2.3 Subsistem SIG
Sistem
Informasi Geografis dapat diuraikan menjadi beberapa subsistem sebagai berikut:
·
Data Input: Subsistem ini bertugas untuk
mengumpulkan data dan mempersiapkan data spasial dan atribut dari berbagai
sumber dan bertanggung jawab dalam mengkonversi atau mentransfortasikan
format-format data-data aslinya kedalam format yang dapat digunakan oleh SIG.
·
Data output: Subsistem ini menampilkan atau
menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basis data baik dalam bentuk
softcopy maupun bentuk hardcopy seperti: tabel, grafik dan peta.
·
Data Management: Subsistem ini
mengorganisasikan baik data spasial maupun data atribut ke dalam sebuah basis
data sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, di-update dan di-edit.
·
Data Manipulation & Analysis:
Subsistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG dan
melakukan manipulasi serta pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang
diharapkan.
2.4 Aplikasi SIG untuk
Kehutanan Tropis
Hutan tropis
merupakan ekosistem dan juga sumber daya alam yang penting, baik secara lokal
maupun global. Beberapa fungsi dari hutan tropis adalah: produktif (ekonomis),
perlindungan (ekologis), psikologis dan keagamaan, serta wisata dan pendidikan.
Luas hutan tropis berkurang dengan sangat cepat selama tiga dekade belakangan
ini dan laju kerusakan hutan tropis adalah tertinggi di dunia.
Faktor-faktor
pendorong kerusakan hutan tropis berbeda dari negara ke negara, tetapi pada
dasarnya bisa dikelompokkan menjadi tiga: faktor sosial-ekonomi, meliputi
pertambahan penduduk, pertumbuhan ekonomi, kemiskinan; faktor fisik dan
lingkungan, meliputi kedekatan dari sungai dan jalan, jarak ke pusat kota,
topografi, kesuburan tanah; dan kebijakan pemerintah, meliputi kebijakan di
bidang pertanian, kehutanan, dan lain-lain. Perencanaan dan pengelolaan sumber
daya hutan yang baik mutlak diperlukan untuk menjaga kelestariannya.
Untuk itu,
diperlukan informasi yang memadai yang bisa dipakai oleh pengambil keputusan,
termasuk diantaranya informasi spasial. Sistem Informasi Geografis (SIG),
Penginderaan Jauh (PJ) dan Global Positioning System (GPS) merupakan tiga
teknologi spasial yang sangat berguna. Sebagian besar aplikasi SIG untuk
kehutanan belum mencakup hutan tropis, meskipun dalam sepuluh tahun ini
aplikasi SIG untuk hutan tropis sudah mulai berkembang.
Hal ini sejalan
dengan perubahan tren dalam perencanaan dan pengelolaan hutan tropis. Secara
tradisional, kebanyakan tujuan perencanaan adalah untuk keperluan produksi,
terutama kayu. Kemudian dengan semakin meningkatnya kesadaran akan nilai
lingkungan hidup disamping keuntungan ekonomi yang ditawarkannya, hutan semakin
banyak dikelola sebagai suatu sistem ekologis. Beberapa hal yang semakin
dipandang penting adalah: (i) kehutanan sosial/kehutanan berbasiskan
kemasyarakatan, yang melibatkan masyarakat lokal dalam pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya hutan, dan mempromosikan kesetaraan sosial, (ii)
reforestasi dan rehabilitasi dari lahan-lahan yang rusak atau terdeforestasi, terutama
melalui pengembangan perkebunan tanaman industri, (iii) penunjukkan dan
pengelolaan area perlindungan dan suaka margasatwa; dan (iv) penggunaan dan
pelestarian hasil hutan bukan kayu.
Perubahan
tujuan pengelolaan hutan tersebut diiringi oleh perubahan dalam proses
perencanaan. Kecenderungan proses perencanaan adalah perubahan pendekatan dari top
down dan centralized menjadi bottom-up dan decentralized.
Bersamaan dengan itu masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, LSM dan
masyarakat umum mempunyai kesempatan memberikan partisipasi yang lebih tinggi
dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan. Oleh karena itu
transparansi dan keterbukaan dalam pengambilan keputusan meningkat. Selain itu
koordinasi dan kooperasi inter dan intra organisasi menjadi lebih efektif serta
semakin banyak sektor dan disiplin yang terlibat.
Seiring dengan
kecenderungan tersebut, penggunaan informasi, termasuk indigenous
knowledge, dalam pengambilan keputusan meningkat. Pada khususnya, kita
akan mendiskusikan point yang terakhir, yaitu makin meningkatnya penggunaan dan
kebutuhan informasi kehutanan, baik secara kuantitas maupun kualitas. Semakin
rumitnya proses pengambilan keputusan dalam berbagai aspek pengelolaan hutan
membuat kebutuhan akan informasi semakin esensial.
Informasi bisa
dilihat sebagai input dasar dari perumusan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan,
serta pengawasan dan evaluasi. Tidak adanya dan tidak layaknya informasi bisa
berakibat fatal pada program dan proyek kehutanan tropis. scanner, plotter,
printer, sedangkan perangkat lunak bisa dipilih baik yang komersial maupun yang
tersedia dengan bebas. Contoh perangkat lunak yang banyak dipakai adalah
ARC/INFO, ArcView, IDRISI, ER Mapper, GRASS, MapInfo.
Format-format
data akan dibahas secara khusus pada bab selanjutnya. Beberapa cara
memasukkan data ke dalam SIG adalah melalui keyboard, digitizer, scanner,
sistem penginderaan jauh, survei lapangan, GPS. Sumber daya manusia sebagai
komponen SIG bukan hanya meliputi staf teknikal, yaitu yang bertugas dalam hal
pemasukan data maupun pemrosesan dan penganalisaan data, tetapi juga
koordinator yang bertugas untuk mengontrol kualitas dari SIG.
Ada pun elemen
fungsional SIG meliputi pengambilan data, pemrosesan awal, pengelolaan data,
manipulasi dan analisa data, dan pembuatan output akhir. Penggunaan SIG untuk
kehutanan tropis di negara berkembang belum lama dimulai, dan cukup bervariasi
antar negara, yaitu dalam hal tujuan, aplikasi, skala operasional, kesinambungan,
dan pembiayaan. Proses dimulainya penggunaan SIG di negara berkembang pada
umumnya adalah dari proyek percontohan, dan bukan sistem yang berjalan secara
operasional. Oleh karena itu SIG sebagian besar dikembangkan tanpa sebuah
obyektif jangka panjang untuk mengintegrasikannya dengan SIG atau basisdata
lain.
SIG sebagian
besar bukan dimaksudkan untuk digunakan oleh banyak orang dan biasanya
dirancang untuk keperluan khusus. Selain itu SIG lebih banyak dikembangkan pada
level regional daripada level nasional dan urban. Dataset kebanyakan terdiri
dari data biofisik, sedangkan data sosial-ekonomi jarang tercakup. Karena
pendanaan dari pengembangan SIG kebanyakan dari bantuan internasional, proyek
SIG cenderung dikelola oleh ahli yang biasanya masa kerjanya pendek, dan bukan
oleh staf lokal. Selain kendala yang berkaitan dengan proses dimulainya
pengembangan SIG di atas, beberapa faktor lain yaitu: Informasi (Spasial, dan
non-spasial), Kebijakan, rencana, pelaksanaan, Perumusan, Kebijakan,
Perencanaan Pelaksanaan, Pengawasan, Evaluasi( Sumber : Apan, 1999).
Memperbaiki
kekurangan dalam penggunaan dan pengelolaan informasi seharusnya merupakan
prioritas utama pada negara berkembang. Kapasitas untuk mengumpulkan dan
memproses data yang relevan seharusnya terus dikembangkan. Karena kebanyakan
data yang relevan untuk pengelolaan hutan merujuk kepada penyebaran spasial,
SIG merupakan alat yang sangat membantu.
2.5 Jalan Sarad
Jalan
Sarad merupakan jaringan jalan yang dibuat untuk pengambilan kayu pada kawasan
hutan produksi. Kegiatan pemanenan kayu merupakan salah satu dari kegiatan
pemanfaatan hutan pada kawasan hutan produksi.
Tujuan
dari kegiatan ini yaitu untuk menghasilkan kayu guna pemenuhan kebutuhan bahan
bak industri hilir dalam negeri dan untuk pemenuhan terhadap permintaaan pasar.
Banyaknya kayu yang dikeluarkan dari kawasan hutan produksi akan tergantung
sekali kepada kemampuan hutan produksi tersebut menyediakan kayu serta
bagaimana kegiatan pemanenan tersebut dilaksanakan. Dengan demikian,
konsekuansi logis dari kegiatan pemanenan tersebut selain kayu yang diperolah
juga dampak secara langsung maupun tidak langsung dilapangan. Dampak kegiatan
pemanenan terhadap lingkungan adalah gambaran bagaimana pemanenan tersebut
dijalankan dan juga merupakan petunjuk bagaimana kualitas pekerjaan pemanenan
pada akhirnya (Widodo, 2004).
Penyaradan
merupakan salah satu sistem penting di dalam pemanenan kayu, fungsinya adalah
memindahkan kayu dari tempat pengumpulan sementara atau TPN. Penyaradan kayu
dibedakan menjadi tiga yaitu ; penyaradan dengan hewan, penyaradan dengan
traktor, dan penyaradan dengan kabel. Penyaradan dengan kayu dipengaruhi oleh
ukuran kayu, topografi, cuaca jalan sarad, ketrampilan tenaga kerja, dan
keadaan tanah. Tanah yang lembek memiliki topografi yang berat, ukuran kayu
yang kecil dan tenaga kerja yang rendah akan mengurangi produktivitas traktor.
Penyaradan ke arah bukit menyebabkan kemampuan alat sarad untuk menempuh jalan
yang lebih pendek daripada penyaradan di daerah datar (Hendrick,1995).
Indonesia merupakan salah satu
negara yang mempunyai kawasan hutan terluas didunia dengan kondisi
keanekaragaman yang sangat tinggi dimulai dari flora dan fauna. Dengan kawasan
yang sangat luas, indonesia menjadi negara yang tergantung pada produksi hutan,
terkhusus dibidang kayu log. Pada waktu penebangan maka diperlukan berbagai
sarana dan prasarana yang mendukung salah satunya adalah jalan sarad (Brinker
dan Wolf,2002).
Jalan
sarad sangat diperlukan didalam pekerjaan penyaradan. Yang dimaksud dengan
penyaradan adalah kegiatan pemindahan log dari tunggak ketempat pengumpulan
kayu (TPN/landing). Jalan sarad merupakan jalur didalam pengangkutan kayu dari
lokasi tunggak ketempat pengumpulan kayu. Jalan sarad hanya dapat dilalui
sebanyak empat trip, hal ini dilakukan agar kualitas tanah tidak rusak akibat
seringnya jalan tersebut dilalui pleh kendaraan. Apabila jalan sarad ini
dilalui lebih dari empat trip kemungkinann besar traktor yang mengangkut log
akan terperangkap di dalam hutan akibat kerusakan jalan. Dan hal ini dapat
mengakibatkan kerugian yang sangat besar (Pamulardi,1995).
BAB.
III
PEMBAHASAN
Dengan
semakin berkembangnya teknologi saat ini, khususnya teknologi dalam hal system
georafis,segala cakupan mengenai aktifitas-aktifitas manusia semakin mudah. SIG
(Sistem Informasi Geografis) adalah
alat yang memudahkan manusia dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan seperti
pembuatan jalan sarad. Dengan adanya alat ini, maka akan semakin memudahkan
para pekerja dalam menentukan letak lokasi dimana mereka akan bekerja.
System
informasi georafis (SIG) dalam penerapannya di bidang kehutanan sangat membantu
dalam proses pembuatan jalan sarad. Karena dengan adanya informasi-informasi
dalam alat tersebut kita tidak perlu membuang-buang tenaga lagi untuk meninjau
atau mengukur tempat-tempat yang menjadi tujuan pembuatan jalan sarad, kita
tinggal mengaktifkan alat tersebut maka alat tersebut akan menampilkan segala
informasi suatu kawasan yang kita perlukan.
Elemen
fungsional yang terkandung dalam SIG meliputi; pengambilan data, pemrosesan
awal, pengelolaan data, manipulasi dan analisa data, dan pembuatan output
akhir. Penggunaan SIG untuk kehutanan tropis di negara berkembang belum lama
dimulai, dan cukup bervariasi antar negara, yaitu dalam hal tujuan, aplikasi,
skala operasional, kesinambungan, dan pembiayaan. Proses dimulainya penggunaan
SIG di negara berkembang pada umumnya adalah dari proyek percontohan, dan bukan
sistem yang berjalan secara operasional. Oleh karena itu SIG sebagian besar
dikembangkan tanpa sebuah obyektif jangka panjang untuk mengintegrasikannya
dengan SIG atau basisdata lain (Anonymous, 2012).
BAB.
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
SIG
adalah alat informasi geografis sangat penting peranannya dalam pembuatan jalan
sarad, dimana fungsinya tersebut dapat mencakup, antara lain; Menentuan lokasi
medan yang baik untuk pembuatan jalan sarad dan memudahkan manusia dalam
melakukan pengambilan data, pemrosesan awal, pengelolaan data, manipulasi dan
analisa data, dan pembuatan output akhir. Dalam pengoperasiannya system
informasi geografis ini memiliki kelemahan pada cuaca artinya jika cuaca
berawan atau mendung maka keakuratan data atau informasi yang diambil akan mengalami
gangguan keakuratan namun sebaliknya jika cuaca cerah tanpa awan dilangit maka
keakuratan alat tersebuat akan baik.
4.2 Saran
Dalam
mengoperasikan system informasi geografis
(SIG) maka kita perlu memperhatikan keberadaan cuaca seperti adanya cuaca mendung
akan sangat menghambat kinerja dari SIG itu sendiri. Untuk itu pilihlah waktu
yang baik dimana cuaca sedang cerah.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonymous, 2012.
Subsistem SIG. http://imamwardany.com/sistem-informasi-geografis/
Diakses pada tanggal 14 mei 2012
Amrullha, 2010. SIG
untuk kehutanan tropis. http://www.cifor.cgiar.org/publications/pdf_files/Books/SIGeografis/SIG-part-1.pdf
Diakses pada tanggal 14 mei 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
tinggalkan komentar mengenai postingan saya ini..!?!