Rabu, 04 Juli 2012

“Teknik Perbanyakan Bibit Jati (Tectona grandis Linn. f.) melalui Kultur Jaringan di Pusat Penelitian dan Pengambangan Sumber Daya Hutan".


BAB I
PENDAHULUAN

I.I. Latar Belakang
Tanaman jati merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi, karena tanaman jati dapat dibuat sebagai bahan bangunan dan meubel yang memiliki kualitas dan kelas pasar yang cukup tinggi. Tanaman jati tergolong tanaman yang dapat tumbuh dengan baik di hutan tropis, dan tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di hutan hujan.
Tanaman jati termasuk dalam famili verbenaceae, dimana daerah penyebarannya meliputi; Negara-negara India, Birma, Kamboja, Thailand, Malaysia dan Indonesia. Di Indonesia jati dapat tumbuh dengan baik di beberapa daerah seperti Jawa, Muna, Buton, Maluku dan Nusa Tenggara.
Dengan semakin tingginya kebutuhan masyarakat akan jati, maka menyebabkan pembudidayaan tanaman jati harus ditingkatkan agar menghasilkan produksi yang seimbang dengan kebutuhan pasar terhadap kayu jati tersebut. Oleh karena itu, penelitian-penelitian tentang pembudidayaan jati harus terus dilakukan untuk menemukan metode yang tepat dengan hasil yang baik serta biaya yang relatif murah.
Secara umum, tanaman jati dapat dibudidayakan secara generatif dan vegetatif. Dimana pembudidayaan jati secara generatif dapat dilakukan dengan cara memperbanyak tanaman jati melalui biji yang ditanam secara langsung, sedangkan pembudidayaan tanaman jati secara vegetatif dapat dilakukan dengan cara memperbanyak tanaman jati tersebut menggunakan bagian-bagian atau organ dari tanaman jati tersebut.
Di Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Hutan (Puslitbang-SDH) Perum Perhutani Cepu, tanaman jati dibudidayakan dengan cara vegetatif. Perbanyakan tersebut diantarannya dilakukan dengan cara; stek pucuk, grafting dan kultur jaringan. Perbanyakan dengan kultur jaringan ini memungkinkan tanaman mempunyai sifat genetik dan epigenetik yang sama dengan induknya, sehingga mampu mencukupi kebutuhan bibit secara besar dalam skala waktu yang tidak terlalu lama.

I.2. Maksud dan Tujuan
Ada pun maksud dan tujuan dari pelaksanaan praktek kerja lapangan di pusat penelitian dan pengembangan sumber daya hutan (Puslitbang-SDH) Perum Perhutani Cepu adalah sebagai berikut :
1)      Untuk mengetahui proses dan prosedur dalam kultur jaringan tanaman jati.
2)      Untuk mengetahui perlakuan apa saja yang diberikan dalam kultur jaringan tanaman jati.
3)      Untuk mengetahui kendala keberhasilan dan kegagalan dari kegiatan kultur jaringan tanaman jati.

I.3. Kegunaan Laporan
Ada pun manfaat dari laporan kerja lapangan yang dilaksanakan di pusat penelitian dan pengembangan sumber daya hutan (Puslitbang-SDH) Perum Perhutani Cepu adalah sebagai berikut :
1)      Untuk mendokumentasikan hasil dari kegiatan praktek kerja lapang yang telah dilaksanakan.
2)      Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa kehutanan dan masyarakat yang mendalami tentang perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan metode kultur jaringan.

I.4. Lokasi dan Waktu PKL
LOKASI : Di Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Hutan (Puslitbang-SDH), Perum Perhutani di Desa Batokan, Kecamatan Kasiman, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.
WAKTU : Kegiatan praktek kerja lapang ini dilaksanakan pada tanggal 26 Januari sampai 20 Februari 2011.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.I Tentang Jati (Tectona grandis Linn. f)
2.1.1. Penyebaran Jati
Menurut Chintya (2006 dalam Zulharman 2009), Jati (Tectona grandis Linn.f.) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam famili verbenaceae, dengan nama lokal jati (Indonesia); Sagun (India); Lyiu (Burma); Mai sak (Thailand); Teak (Inggris); Teck (Prancis); Teca (Spanyol); Java teak (Jerman).
Jati merupakan tanaman berkayu keras yang tumbuh di daerah tropis. Berasal dari bagian selatan hingga tenggara benua asia, dan biasanya dijumpai sebagai bagian dari vegetasi hutan semusim. Jati merupakan jenis pohon besar dengan ketinggian bisa mencapai 30-40 m. Umur dari tanaman ini bisa ditaksir dengan melihat lingkaran luar/dalam (pada batang pohon), yang mana lingkaran ini terbentuk setiap tahun (Anonymous, 2011).

2.I.2. Klasifikasi Tanaman Jati
Berdasarkan klasifikasi ilmiahnya, tanaman jati memiliki penggolongan sebagai berikut :
Kerajaan          : Plantea
Divisi               : Magnoliophyta
Kelas               : Magnoliopsida
Ordo                : Lamiales
Famili              : Verbenaceae
Genus              : Tectona
Spesies            : Tectona grandis Linn. f. (Sumarna, 2004).



2.I.3. Habitat jati (Tectona grandis l.f.)
Tanaman jati tumbuh dengan baik di hutan tropis, dan tidak dapat berkembang (tumbuh) di hutan hujan (rainforest). Bila musim kemarau/kering tiba, tanaman jati akan menggugurkan daun-daunnya untuk mengurangi penguapan air. Jati dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan 1500–2000 mm/tahun dan suhu 27–36 °C baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Tempat yang paling baik untuk pertumbuhan jati adalah tanah dengan pH 4.5–7 dan tidak dibanjiri dengan air. Jati memiliki daun berbentuk elips yang lebar dan dapat mencapai 30–60 cm saat dewasa (Anonymous, 2011).

2.2. Pengertian Kultur Jaringan
Menurut Nugroho dan Sugito (2005 dalam Prakoeswa, Ribkahwati dan Suryaningsih, 2009), menyatakan bahwa kultur jaringan dalam bahasa inggris disebut tissue culture. Tissue atau jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama, sedangkan culture atau kultur adalah budidaya. Kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat sama seperti induknya.
            Menurut Wattimena (1992) jenis tanaman yang diperbanyak dengan kultur jaringan ditujukan terutama yang menghadapi masalah seperti: daya perkecambahan bijinya rendah, tanaman-tanaman hibrida yang tetua jantannya steril, tanaman langka dan tanaman yang selalu diperbanyak dengan cara vegetatif.

2.3. Metode Kultur Jaringan
            Menurut Suryowinoto (1996) sistem perbanyakan klon in vitro dapat dibagi dua, yaitu: metode padat (solid method) dan metode cair (liquid method).

2.3.1. Metode Padat (Solid Method)
            Metode padat merupakan campuran/emulsi 1 liter air setelah diberi medium dasar (murashige dan skoog, vacin dan went, nitsch, n6, linsmaier dan skoog, street, atau medium dasar lain), masih harus ditambah dengan agar 6-7,5 g per liternya, menurut kepadatan yang dikehendaki dapat ditambah jumlah agarnya.
Metode padat dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan kalus (induksi kalus), dan kemudian dengan medium deferensiasi yang berguna untuk menumbuhkan akar serta tunas, sehingga kalus dapat tumbuh menjadi planlet.

2.3.2. Metode Cair (Liquid Method)
            Yang dimaksud dengan metode cair atau liquid method adalah kalau di dalam in vitro ini medianya air, karena tidak diberi agar-agar atau zat organik lain yang menjadikan medianya padat. Tujuan khusus dari suspensi sel adalah untuk memecah kalus menjadi single cell.

2.4. Zat Pengatur Tumbuh
Harus diingat bahwa dalam keadaan alamiah pertumbuhan tanaman, misalnya kearah mana tanaman tumbuh dan berkembang selain dipengaruhi oleh faktor tanah, pupuk, pencahayaan dan irigasi (faktor luar) juga sangat dipengaruhi oleh faktor dalam terutama kondisi hormonal.
Keberadaan hormon dan zat pengatur tumbuh dalam kegiatan kultur jaringan adalah mutlak. Karena kegiatan kultur jaringan umumnya menggunakan bahan tanam yang tidak lazim (sel, jaringan atau organ) dan budidayanya adalah budidaya terkendali.
Hormon tumbuh (plant hormon) adalah zat organik yang dihasilkan oleh tanaman, yang dalam konsentrasi rendah dapat mengatur proses fisiologis. Zat pengatur tumbuh dalam tanaman terdiri dari lima kelompok yaitu auksin, gibbellerin, cytokinin, ethylene, dan inhibitor dengan ciri khas dan pengaruh yang berlainan terhadap proses fisiologis. Dengan demikian, pertumbuhan tanaman menjadi lebih cepat (Wudianto, 1999).
2.4.I. Auksin
Kata auksin berasal dari bahasa yunani auxein yang berarti meningkatkan. Salah satu peran auksin adalah pembelahan sel, diferensiasi trachea, dominasi apikal, pembentukan akar baru, pembentukan tunas, pembentukan buah partenokarpi. Hormon-hormon berikut ini masuk dalam golongan auksin yaitu IAA (Asam Indol Asetat) berfungsi untuk pembentukan akar adventif, NAA (Asam Naftalena Asetat) berfungsi untuk pembentukan embrio somatik, dan IBA (Asam Indol Butirat) berfungsi untuk pembentukan tunas adventif.
2.4.2. Sitokinin
Merupakan nama kelompok hormon tumbuh yang sangat penting sebagai pemacu pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur jaringan. Salah satu peran sitokinin dapat menstimulir terjadinya pembelahan sel, proliferasi kalus, pembentukan tunas, mendorong ploriferasi meristem ujung/dobme, menghambat pembentukan akar dan mendorong pembentukan klorofil pada kalus. Sitokinin yang sering digunakan dalam kegiatan kultur jaringan adalah; kinetin (6-furfurylaminopurine), BAP/BA (6-benzylaminopurine/6-benzyladenin) dan BAP (SD8339)(6-benzylamino)-9-(2-tetrahydropyranyl) (-9H-purine).
2.4.3. Etilen
Merupakan satu-satunya hormon tumbuh yang bersifat gas dan akan terbentuk pada setiap jaringan yang mengalami penuaan atau stress. Keberadaannya berkaitan dengan jumlah auksin alami pada tanaman, ada fenomena keseimbangan antara level auksin dan etilen. Beberapa etilen sinietik telah mampu dibuat dan ditemukan, yang paling banyak digunakan dalam kegiatan kultur jaringan tanaman adalah ethophon (2-CEPA atau 2-chloroethylphosphonic acid).
Gamborg dan Larue (1968, 1971 dalam Santoso dan Nursandi, 2003) melaporkan bahwa pada kultur suspensi sel beberapa tanaman dapat memproduksi etilen sebesar 1220 n moles/hari/g berat kering sel. Produksi terbesar pada fase pertumbuhan statisioner, baik pada ruang bercahaya atau ruang gelap.
Etilen berpengaruh mampu menurunkan sintesis klorofil dan kloroplas, mendorong pertumbuhan kalus, tetapi menghambat pembentukan akar dan tunas pada tanaman wortel.
2.4.4. Gibberilin
            Gibberilin (GA) merupakan salah satu zat pengatur tumbuh atau hormon yang dihasilkan dari filtrat kultur fungus giberela fujikurosi. Pemberian giberelic acid selain menambah tinggi tanaman juga menambah luas daun dan berat kering tanaman (Kusumo, 1990).
            Gibberellic acid mempunyai fungsi yakni, menyebabkan tanaman kerdil menjadi raksasa dalam waktu yang relatif cukup singkat, biji dan tunas cepat tumbuh, menyebabkan tanaman mencapai ketinggian 3 sampai 5 kali tanaman normal dan mempersingkat waktu panen. Hal ini menunjukkan peranan gibberellic acid sangat penting bagi pertumbuhan tanaman.
            Kristal gibberellic acid dapat diisolasi dari filtrat kultur cendawan. Penelitian intensif yang dilakukan bahwa. gibberellic acid sebenarnya campuran dari sekurang-kurangnya 6 gibberellic yang disebut GA1, GA2, GA3, GA4, GA5 dan GA6. Pengaruh gibberellic meliputi peningkatan pembelahan dan pembesaran sel. Banyak tanaman (2 tahun) dengan menggunakan asam gibberellic mempunyai siklus setahun. Hormon gibberellic terdapat dalam organ akar, batang, tunas-tunas, bunga, bintil akar, buah dan jaringan kalus. Gibberellic lebih efektif terhadap tanaman (Heddy, 1986).
2.5. Manfaat Kultur Jaringan
            Menurut Wattimena dalam Mariska, (1998) menyatakan bahwa bioteknologi tanaman merupakan suatu usaha memperbaiki sifat tanaman untuk mempertinggi produksi dan kualitas tanaman melalui manipulasi sel dan molekul. Manipulasi sel dan molekul dari suatu tanaman dilaksanakan melalui kultur jaringan. Aplikasi praktis dari kultur jaringan yang sangat dirasakan manfaatnya serta menguntungkan adalah produksi bibit yang cepat. Walaupun demikian masih sangat banyak manfaat lainnya seperti perbaikan tanaman, pelestarian plasma nutfah dan produksi senyawa sekunder.
            Selain kegunaan dalam penyediaan bibit unggul secara massal, penguasaan teknologi in vitro juga sangat diperlukan dalam merekayasa genetik tanaman. Pengembangan klon unggul melalui transfer gen sangat tergantung pada kemampuan kita untuk meregenerasi dan menggandakan tanaman hasil transformasi genetik (Tahardi, 1999).
Teknologi ini didasari oleh sifat sel yang masing-masing mampu membentuk individu baru secara utuh yang mempunyai sifat identik dengan induknya khususnya sel yang masih muda baik yang berasal dari organ vegetatif misalnya akar, batang dan daun maupun organ generatif yaitu embrio atau bagian dari bunga (Nurhaimi, 1995).
Ada pun manfaat dari kultur jaringan tanaman jati menurut Rahardja (1989), adalah sebagai berikut :
·         Menghasilkan tanaman baru dalam jumlah banyak dalam waktu singkat, dengan sifat dan kualitas sama dengan tanaman induknya.
·         Dapat menciptakan varietas baru.
·         Untuk memperbanyak tanaman yang secara alamiah sulit tumbuh/dikembangbiakan.
·         Dapat menghasilkan tanaman baru yang bersifat haploid (tanaman yang sel-selnya punya jumlah benang kromosom setengah dari jumlah normal).
·         Menghasilkan tanaman baru bebas virus/penyakit.
















BAB III
GAMBARAN UMUM
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA HUTAN
(PUSLITBANG-SDH) PERUM PERHUTANI CEPU

3.1 Letak dan Lokasi
Pusat Penelitian dan Pengembangan sumber daya hutan (Puslitbang-SDH) Perhutani terletak di jalan Wanasari-Batokan, Kecamatan Kasiman, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Batas administratif Puslitbang-SDH:
-          Secara koordinat cepu terletak di titik 7°9'0"S   111°34'47"E
-          Utara berbatasan dengan kantor Industri Pengolahan Kayu Jati (IPKJ) Cepu.
-          Selatan berbatasan dengan persawahan rakyat Batokan.
-          Bagian barat berbatasan dengan Pusdiklat Kehutanan Perum Perhutani.
-          Bagian timur berbatasan dengan tanah milik Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cepu seluas 1.449 ha.

3.2 Sejarah Perkembangan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhutani yang sebelumnya bernama Pusat Pengembangan Hutan, Pusat Jati (Pusbanghut) didirikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 896/ MEN-HUT/ II / 1997 tanggal 29 September 1997,  diresmikan pada 5 Pebruari 1998 oleh Menteri Kehutanan Republik Indonesia.
Fasilitas yang dibangun dimaksudkan untuk menunjang kegiatan penelitian dan pengembangan pemuliaan pohon dan uji silvikultur serta pengembangan bioteknologi. Bangunan fisik seperti laboratorium genetika molekuler, laboratorium biologi sel, laboratorium kultur jaringan dan laboratorium teknologi benih. Luas bangunan gedung laboratorium seluruhnya mencapai +1500 m2, di samping terdapat bangunan rumah kaca, rumah genset dan lain-lain. Bangunan dilengkapi menara air, instalasi air dan listrik.
Dengan diselesaikannya bangunan laboratorium penelitian dan pengembangan dengan kelengkapannya, diharapkan mampu membantu kegiatan kajian genetika dan upaya untuk menghasilkan bibit unggul jati yang memiliki sifat yang diinginkan.
Laboratorium kultur jaringan berfungsi untuk melakukan regenerasi bibit/seedling secara vegetatif dan aseptik, dan saat ini telah mampu memproduksi 300.000 bibit jati/tahun. Puslitbang-SDH dilengkapi dengan Arboretum sebagai konservasi ex situ berbagai varietas jati dengan asosiasinya dan saat ini sudah ada koleksi 32 varietas jati yang ditanam pada areal + 6 Ha, yang dilengkapi dengan asosiasi jati baik berupa pohon atau tumbuhan bawah. Puslitbang-SDH juga dilengkapi dengan kebun pangkas jati dan persemaian + 10 Ha. Fungsi dari kebun pangkas untuk menghasilkan bibit dari pohon jati plus dengan stek pucuk.  Di kebun pangkas ini sedang ditanam 160 pohon plus jati dengan teknik budidaya grafting sebagai pohon induk sumber stek pucuk. Sebelum ditanam di lapangan bibit dari stek pucuk maupun bibit dari kultur jaringan dipelihara dan dirawat di persemaian.
Kegiatan pemuliaan pohon telah dimulai tahun 1980, melalui penelitian fenologi jati yang diikuti dengan uji provenance jati dari beberapa KPH, yaitu KPH Bojonegoro, Randu Blatung dan Blitar. Langkah-langkah pemuliaan pohon jati secara sistematis dilakukan sejak 1981 dimulai dari pencarian pohon plus, pembangunan bank klon, kebun benih klonal (KBK) dan uji keturunan.

3.3 Sumber Daya Manusia
Menurut data kemajuan pegawai (DPK) sampai dengan Juli 2008, diperoleh data bahwa Puslitbang-SDH didukung oleh 115 karyawan yang terdiri dari PNS pusat = 21 orang, pegawai perusahaan = 60 orang, calon pegawai perusahaan = 4 orang, pegawai haarian = 12 orang dan pegawai kontrak = 18 orang. Rincian pendidikan:

1.      Lulusan SD                    : 20 orang
2.      Lulusan SLTP                : 21 orang
3.      Lulusan SMU                 : 47 orang
4.      Lulusan SKMA              : 1 orang
5.      Lulusan D1/D2/D3        : 10 orang
6.      Sarjana non kehutanan   : 6 orang
7.      Sarjana kehutanan          : 4 orang
8.      Strata 2                           : 6 orang

3.4  Alur Kerja Puslitbang-SDH Perhutani Cepu






Pohon Jati Plus
 


 












Gambar 3.1 Skema alur kerja di Puslitbang-SDH Perhutani Cepu
(Sumber : Puslitbang-SDH Perum Perhutani Cepu)




3.5 Deskripsi Alur Kerja Puslitbang-SDH Perhutani
·         Pohon Plus Jati
Pohon jati plus adalah pohon yang memiliki fenotip terbaik dibandingkan dengan pohon di sekitarnya. Pohon jati plus dapat dipilih dari hutan alam atau dari tegakan jati.
Fungsi pohon jati plus selain dapat dimanfaatkan kayunya, juga diambil mata tunasnya untuk grafting dan sebagai bahan analisis keragaman genetik. Biji yang berasal dari pohon jati plus selanjutnya diuji kemurniannya.
Menurut Erni (2006), ciri-ciri/karakteristik pohon plus adalah sebagai berikut:
a)        Tinggi: Pohon plus harus memiliki tinggi minimal sama dengan rata-rata tinggi pohon pembanding.
b)        Bentuk batang: Pohon induk harus lurus paling tidak 1/3 dari tinggi pohon dari bawah serta tanpa puntiran.
c)        Diameter: Diukur pada 1,30 cm dari permukaan tanah, pohon plus harus memiliki diameter pohon minimal 10% lebih besar dibanding diameter pohon pembanding.
d)       Batang bebas cabang: Pohon plus harus memiliki tinggi bebas cabang lebih dari 25% dari tinggi.
e)        Tiggi ke cabang besar pertama: Tinggi dari cabang besar pertama paling tidak 50% dari tinggi pohon plus. Cabang besar adalah cabang yang permanen dan biasanya berdiameter lebih dari 3 cm.
f)         Permukaan batang halus: Permukaan batang harus halus, tanpa knob (tonjolan) atau bekas cabang yang membesar.
g)        Keselindrisan batang: Batang harus silindris dan persentase taper/kemiringan yang terbentuk tidak terlalu tinggi.
h)        Cacat batang yang lain: Batang tidak boleh menunjukkan tanda-tanda pecah, serangan hama dan penyakit.



·         Laboratorium Biologi Genetik Molekuler
Laboratorium ini adalah sarana untuk mengetahui sifat genetik pohon jati plus. Setelah diketahui sifat genetiknya kemudian pohon jati plus diperbanyak dengan teknik kultur jaringan.
·         Laboratorium Biologi Seluler
Laboratorium ini adalah sarana untuk melakukan penelitian dan pengembangan teknik dan metode perbanyakan vegetatif terhadap pohon jati plus dan asosiasinya. Hasil dari penelitian dan pengembangan di laboratorium diteruskan ke laboratorium kultur jaringan untuk dikembangkan lebih lanjut.
·         Laboratorium Kultur Jaringan
Laboratorium ini adalah sarana untuk melakukan perbanyakan bibit jati asal pohon jati plus melalui metode vegetatif dengan teknik kultur jaringan. Hasil dari kultur jaringan akan diteruskan ke persemaian untuk mendapatkan perlakuan pemeliharaan yang intensif.
·         Laboratorium Teknologi Benih
Laboratorium ini adalah sarana  untuk pengujian benih dengan melakukan tahapan sortasi, ekstraksi, pengujian dan sertifikasi benih serta distribusi benih.
·         Kebun Pangkas
Kebun pangkas adalah areal tanaman hasil perbanyakan vegetatif pohon jati plus dari teknik grafting dan dimanfaatkan sebagai sumber uji bibit dengan teknik stek pucuk.
·         Persemaian
Lokasi persemaian terdiri atas shading area dan open area yang digunakan untuk menyemaikan bibit asal laboratorium kultur jaringan dan bibit jati dari kebun benih klonal dan selanjutnya diangkut ke lapangan tujuan.
·         Sarana-sarana lain
  1. Gedung Perkantoran
Gedung ini merupakan sarana untuk memperlancar urusan administrasi.
  1. Gedung Pusat Informasi
Gedung ini adalah sarana yang direncanakan untuk melakukan net working dan merangkum semua informasi mengenai penelitian-penelitian dan pengembangan hutan jati dan asosiasinya.
  1. Perumahan Dinas
Perumahan dinas diperuntukkan bagi karyawan yang mempunyai jabatan kepala sub seksi ke atas.
  1. Arboretum
Arboretum adalah lokasi kebun benih koleksi dan konservasi jenis-jenis jati baik lokal maupun non lokal.
  1. Mobil Dinas
Untuk kelancaran perjalanan, dilengkapi dengan 6 (enam) buah mobil dan 2 (dua) sepeda motor.
  1. Sarana Lain
Sarana lain yang ada, seperti sarana olah raga bagi keperluan para karyawan antara lain ruang makan, lapangan tenis, lapangan bulu tangkis dan sarana ibadah (Mushola).

3.5  Struktur Organisasi
            Puslitbang merupakan salah satu unit kerja dari Perum Perhutani yang berkedudukan di Cepu. Puslitbang dipimpin oleh seorang Kepala Puslitbang yang bertanggungjawab kepada Direksi Perum Perhutani (Cq. Kepala Divisi Perencanaan dan Pengembangan). Direksi berwenang dalam menyebarkan visi dan misi Puslitbang yang kegiatan  garis programnya adalah pemuliaan pohon dan uji silvikultur serta bioteknologi yang bertujuan untuk memproduksi bibit unggul.
            Dalam menjalankan tugas-tugas pokoknya, kepala Puslitbang dibantu oleh:
1.        Kepala Bidang Pemuliaan Pohon dan Uji Silvikultur
Dalam menjalankan tugasnya kepala bidang pemuliaan pohon dan uji silvikultur dibantu oleh :
a.    Kepala sub bidang kebun benih dan persemaian
b.    Kepala sub bidang laboratorium teknologi benih
2.        Kepala Bidang Bioteknologi
Dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh :
a.    Kepala sub bidang kultur jaringan
Membantu kepala bidang bioteknologi dalam menyusun rencana kerja, mengkordinir kegiatan di laboratorium kultur jaringan dan teknologi yang digunakan dalam proses kultur jaringan.
b.    Kepala sub seksi persiapan alat dan media; membantu kepala sub kultur jaringan dalam menyiapkan media untuk kultur jaringan.
3.        Peneliti
Membantu kepala Puslitbang-SDH dalam mengadakan penelitian, pengembangan dan menganalisis informasi yang diperoleh dalam pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan. Dalam menjalankan tugasnya, peneliti dibantu oleh staff pelaksana kegiatan penelitian.
4.        Kepala Tata Usaha
Merupakan supporting process dari core process Puslitbang-SDH. Dalam hal ini tata usaha sebagai unsur pendukung akan sangat menentukan kelancaran tugas pokok Puslitbang-SDH.
Dalam menjalankan tugasnya, kepala tata usaha dibantu oleh :
a.    Kepala Sub Seksi Personalia; Memperlancar urusan aministrasi.
b.    Kepala Sub Seksi Keuangan; membantu kepala tata usaha di bidang keuangan.
c.    Kepala Sub Seksi Rumah Tangga
Membantu kepala tata usaha di bidang pelayanan rumah  tangga yang meliputi pemeliharaan bangunan dan instalasi.
d.   Kepala Sub Seksi Perpustakaan, Dokumentasi dan Publikasi
Membantu kepala tata usaha mengembangkan perpustakaan dan melakukan dokumentasi serta publikasi hasil penelitian dan pengembangangan Puslitbang-SDH.


 















Gambar 3.2 Struktur Organisasi di Puslitbang-SDH Perhutani Cepu
(Sumber : Puslitbang-SDH Perum Perhutani Cepu)



3.6.  Kepegawaian
3.6.1.   Sistem Kerja
Di Puslitbang-SDH diberlakukan sistem 5 hari kerja, yaitu :
Hari Senin sampai Jum’at, kecuali karyawan di lapangan.
1.         Karyawan Kantor
-  Hari Senin sampai Kamis : Pukul 07.00 – 15.00 WIB, istirahat pukul 12.00 – 13.00 WIB
-       Hari Jum’at                          : Pukul 07.00 – 16.00 WIB, istirahat pukul 11.00 - 13.00 WIB.
2.         Karyawan Lapangan
Masuk kerja tiap  hari (Senin – Minggu) pukul 07.00 – 16.00, istirahat pukul 12.00 – 13.00 WIB.
Hari Jum’at pukul 07.00 – 16.00, istirahat pukul 11.00 – 13.00 WIB.
3.6.2.   Status Karyawan
1.         Karyawan Kontrak
Karyawan kontrak adalah karyawan yang bekerja berdasarkan kontrak. Masa kerja karyawan kontrak berdasarkan perjanjian yang telah disetujui.
2.         Karyawan Tetap
Kartawan tetap adalah karyawan yang bekerja berdasarkan Surat Keputusan. Karyawan ini mendapat tunjangan serta memiliki penggolongan dalam menerima upah. Kenaikan tingkat berdasarkan prestasi dalam jangka waktu tertentu.
3.         Karyawan Musiman
Karyawan musiman ini bekerja jika ada pekerjaan dan diliburkan sementara jika tidak ada pekerjaan. Karyawan jenis ini tidak mendapat tunjangan dan pembayaran tiap 15 hari.






BAB IV
HASIL KEGIATAN

4.I Tahap Kegiatan Pembuatan Kultur Jaringan
Kegiatan pembuatan kultur jaringan yang dilakukan di Puslitbang SDH  adalah sebagai berikut :
4.1.1 Tahap Persiapan
a. Pembuatan Media
Media yang digunakan adalah media padat Murashige and Skog (MS)  sebagai  media inokulasi awal atau pembuatan kultur. Media ini mengandung semua komponen kimia  yang dibutuhkan oleh tanaman dan dipadatkan dengan  menambah zat pemadat. Zat pemadat yang digunakan adalah agar-agar bubuk (powder) yang biasa digunakan sebagai bahan makanan. Agar –agar disini fungsinya adalah sebagai pemadat media, gula sebagai sumber karbohidrat, serbuk arang untuk mengurangi pencoklatan pada eksplan, ZPT untuk mempercepat pertumbuhan tunas kultur jaringan, serta beberapa bahan kimia yang ditujukan sebagai sumber nutrisi makro dan mikro. Ada pun bahan – bahan kimia tersebut adalah sebagai berikut :
Makronutrient
Mikronutrient
NH4NO3
KNO3
CaCl2.2H2O
MgSO4.7H2O
KH2PO4

KI
H3BO3
MnSO4.4H2O
ZnSO4.7H2O
Na2MoO4.2H2O
CuSO4.5H2O
CoCl2.6H2O
Na2EDTA.2H2O
FeSO4.7H2O





Terlebih dahulu dibuat larutan stok sesuai dengan kebutuhan produksi kemudian dibagi ke dalam botol-botol media dengan menggunakan dispenser dengan takaran 20-30 ml/botol. Untuk media inokulasi awal, media ditambah dengan arang aktif.
b.  Sterilisasi Alat dan Media
Alat-alat yang akan digunakan untuk kultur jaringan dicuci bersih, kemudian dikeringkan selama beberapa menit, lalu dibungkus kertas bersih seperti kertas folio atau A4, kemudian disterilisasi dalam autoclaft pada suhu 1210C tekanan 15 Atm selama 20-30 menit.
Media yang akan digunakan untuk kultur jaringan juga harus disterilisasi terlebih dahulu, agar tidak terjadi kontaminasi pada media. Tahapan- tahapan sterilisasi media adalah sebagai berikut:
1.         Mengisi autoclaft dengan aquadest sebanyak 5 liter.
2.         Memasukkan media yang sudah siap untuk disterilisasi.
3.         Menutup sampai rapat autoclaft.
4.         Membuka katup pada autoclaft.
5.         Menghubungkan autoclaft dengan sumber listrik.
6.         Memasang timer sesuai kebutuhan.
7.         Menutup katup autoclaft apabila sudah mengeluarkan uap + 1 menit.
8.         Mengamati terus selama proses berjalan.
9.         Memperhatikan tekanan tidak boleh lewat tanda strip.
10.     Menunggu  suhu naik hingga 1220C.
11.     Setelah timer berbunyi jangan langsung dimatikan, amati apakah suhu sudah tercapai.
12.     Memutuskan aliran listrik dengan autoclaft.
13.     Menunggu 2-3 menit.
14.     Membuka katup secara bertahap dan  perlahan.
15.     Membuka tutup autoklaft pelan-pelan.
16.     Untuk mengangkat media, tunggu sampai uap habis.


c.  Langkah-langkah Persiapan Penanaman
1.         Menyalakan Laminair Air Flow Cabinet (LAFC).
2.         Mensterilisasikan tangan dan peralatan dengan alkohol 70%.
3.         Menyiapkan alat dan bahan.
4.         Menunggu 0,5-1 jam (kecuali pada pekerjaan inokulasi awal).
5.         Memastikan alat dan bahan sudah lengkap.
6.         Memperhatikan hembusan angin pada lampu spirtus. Jika hembusan terlalu kencang, maka kekuatan angin dikurangi.

4.1.2 Tahap Pembuatan Kultur Jaringan (Inokulasi awal)
a)            Pemilihan
Eksplan adalah jaringan/organ yang digunakan dalam kultur jaringan. Eksplan yang digunakan adalah ujung pucuk-pucuk apikal (panjang ± 20 mm) saja, teknik ini disebut sebagai shoot-tip culture, namun bila eksplan yang digunakan adalah ujung pucuk apikal beserta bagian tunas lain dibawahnya disebut sebagai shoot culture.
Eksplan diambil dari pohon jati plus (PJP) yang secara fisiologi berumur muda pada bagian pucuk/tunas lateral. Bagian ini mampu tumbuh terus dan tetap muda dalam kultur in vitro, karena jaringan selnya masih aktif membelah (jaringan meristem).
Besar kecilnya eksplan yang digunakan mempengaruhi keberhasilan kultur pucuk. Semakin kecil eksplan, semakin kecil kemungkinannya untuk terkontaminasi oleh mikroorganisme namun semakin kecil juga kemampuannya untuk beregenerasi dan memperbanyak diri. Sebaliknya, semakin besar eksplan yang digunakan, maka semakin besar kemampuannya untuk beradaptasi dalam kondisi invitro, namun makin besar juga kemungkinannya untuk terkontaminasi, makin banyak kebutuhannya akan media dan makin besar wadah/botol kultur yang diperlukan.
Eksplan diambil pada awal musim kemarau sebelum jati menggugurkan daunnya. Pengambilan dilakukan antara bulan Juli sampai Agustus, atau pada awal musim kemarau sebelum jati menggugurkan daunnya. Karena pada masa itulah pucuk tanaman jati mengalami dormansi sehingga saat dilakukan inokulasi, eksplan tidak mudah layu atau stress. Selain itu mudah bagi eksplan untuk beradaptasi dan cepat dalam pertumbuhannya.
b)           Penanaman eksplan
Penanaman eksplan dilakukan di dalam laminair air flow cabinet (LAFC) dengan kondisi aseptik dan steril. Sebelum kita bekerja, kita harus mengenakan jas laboraturium agar jamur dan bakteri yang ada diluar tidak ikut masuk mengontaminasi eksplan dan media, kemudian tangan terlebih dahulu disemprot atau pun dibasuh dengan alkohol 70% agar tangan benar-benar bersih dan steril. Selain itu, pekerja harus menggunakan masker untuk mencegah terjadinya kontaminasi.
Eksplan yang akan ditanam dipotong-potong menggunakan scalpel blade di dalam cawan petri. Irisan eksplan berbentuk persegi panjang dengan mengiris bagian luar pucuk jati. Pengirisan dilakukan dengan hati-hati, jangan sampai bagian meristem eksplan ikut terpotong. Setelah dibersihkan, eksplan ditanam pada media Murashige and Skog (MS) yang sudah dipersiapkan, saat penanaman harus dekat dengan bunzen agar tidak ada bakteri dan jamur yang ikut masuk ke dalam botol media, kemudian ditutup dengan aluminium foil, lalu disimpan di ruang kultur.
Setelah semua pekerjaan penanaman selesai, kemudian semua alat dibersihkan, lalu dikering anginkan atau dijemur di bawah sinar matahari. Setelah kering alat-alat tersebut dibungkus kembali dengan kertas dan disterilkan dengan autoklaft. Dengan cara demikian alat-alat tersebut sudah siap digunakan kembali.
c)            Pemeliharaan
Bahan tanam (eksplan) yang sudah ditanam di media disebut dengan planlet. Eksplan yang sudah siap disimpan di ruang kultur atau ruang inkubator yang suhunya diatur kurang lebih 250C dan dilengkapi dengan lampu neon. Inkubator adalah alat untuk menginokulasi suatu media atau sampel pada temperatur tertentu dan dalam periode tertentu. Tujuan alat ini adalah untuk menyediakan suatu kondisi terkontrol yang pas untuk pertumbuhan mikrobia pada suatu media. Kompunen inkubator adalah ruang inkubasi yang ditutup oleh 2 lapis pintu, pintu besi dan pintu kaca. Pintu besi untuk mengamankan serta mengisolasi ruang, sementara pintu kaca dibagian dalam memudahkan kita untuk mengecek sampel. Komponen lain adalah pelat pemanas elektrik yang suhunya dapat dikontrol, dengan jangka suhu 25- 73ºC, serta panel pengatur suhu dan pengatur lamanya waktu (timer).
Eksplan yang sudah ditanam dalam media kultur jaringan perlu dipantau pertumbuhannya setiap hari. Setelah kurang lebih 2 minggu, tunas/nodus akan tumbuh pada eksplan. Setelah ± 8 minggu eksplan dipindah  ke media baru tanpa arang aktif. Proses ini disebut dengan penyegaran yang dimaksudkan untuk mencegah kematian dan memaksimalkan pertumbuhan.
4.1.3 Multiplikasi
Enam minggu setelah penyegaran, eksplan dipotong berdasarkan nodus menjadi beberapa bagian dan ditanam kembali ke media baru untuk inisiasi pertumbuhan eksplan baru yang lebih banyak. Proses ini disebut sub kultur, dan bisa dilakukan berulang kali setiap eksplan berumur 6 minggu, tetapi proses sub kultur ini tidak boleh lebih dari 6 kali, karena itu untuk menjaga kemurnian genetiknya. Kalau dilakukan lebih dari 6 kali, maka kemungkinan besar eksplan tersebut akan mengalami perubahan genetik meski eksplan tersebut berasal dari indukan jati plus perhutani. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Ach_e11 dalam blognya (2011), bahwa dengan membatasi jumlah sub kultur sampai maksimal 8–10 kali dapat diperoleh klon tanaman yang true-to-type. Teknik ini telah digunakan secara luas untuk perbanyakan tanaman termasuk tanaman hortikultura seperti pisang, asparagus, anggrek Cymbidium, dll.
4.1.4 Induksi Akar
Dalam kegiatan ini eksplan dibersihkan dari media in vitro dan direndam dalam larutan hormon  IBA dengan konsentrasi 3cc per 1 liter aquades selama beberapa menit. ZPT ini berfungsi untuk merangsang pertumbuhan akar. Eksplan ditanam di media pasir pada lingkungan baru untuk memacu pertumbuhan akar dan pemanjangan tunas. Eksplan yang ditanam pada bak perakaran disirami air dengan menggunakan hand sprayer pagi dan sore hari sesuai dengan keadaan cuaca. Kemudian ditutup rapat dengan kaca agar udara luar tidak dapat masuk dan sinar matahari dapat ditangkap oleh tanaman, setelah itu baru diletakkan di ruang screen. Pengamatan dilakukan 2 kali dalam sehari (pagi dan sore hari).
4.1.5 Aklimatisasi
Aklimatisasi merupakan kegiatan memindahkan eksplan dari bak perakaran (induksi perakaran) ke bedeng/polybag. Pemindahan dilakukan dengan hati-hati dan bertahap. eksplan yang sudah dipindahkan diberi sungkup atau diletakkan pada seeding area yang diberi paranit di atasnya dengan fungsi sebagai kanopi agar eksplan terlindungi dari sinar matahari langsung, udara bebas, hama dan penyakit, karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama dan penyakit serta udara bebas. Setelah bibit mampu untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya, maka sungkup dibuka secara bertahap sesuai dengan umur dan kondisi bibit, sampai sungkup dibuka secara total yang berarti bahwa bibit tersebut sudah dapat beradaptasi dengan alam luar/alam bebas. Biasanya setelah bibit berumur 1,5 bulan sudah dapat dipindahkan pada open area.
Aklimatisasi ini bertujuan untuk menyiapkan eksplan beradaptasi dari lingkungan tumbuh yang serba terkendali ke lingkungan tumbuh yang sebenarnya. Jika tidak dilakukan proses aklimatisasi, maka tanaman akan mengalami stres yang menyebabkan kematian tanaman.
4.1.6 Persentase Eksplan Hidup
              Eksplan dikatakan hidup apabila keadaannya masih tampak segar, tidak busuk dan ada tanda-tanda akan hidup. Pengamatan dilakukan 1 minggu sekali setelah penanaman.
Dihitung dengan rumus:

Tabel Eksplan Tanaman Kultur Jaringan di Puslitbang SDH Cepu
Jumlah eksplan yang di tanam
Jumlah eksplan hidup (%)
Jumlah eksplan mati
(%)
1000 eksplan
700 eksplan (70%)
300 (30%)

              Berdasarkan data yang diperoleh, dalam sehari Puslitbanghut SDH Cepu mampu memproduksi eksplan tanaman sebanyak 1000 eksplan perhari. Dengan tingkat keberhasilan tumbuh yang mencapai 70%  dan yang gagal mencapai 30%. Banyaknya eksplan yang gagal tumbuh dipengaruhi oleh adanya kontaminasi baik dilakukan oleh jamur maupun bakteri, karena pada saat pengambilan eksplan kemungkinan besar eksplan belum dicuci, sehingga tingkat kesterilannya kurang.
              Berhasilnya kegiatan kultur jaringan sangat ditentukan oleh kecekatan kita dalam melakukan kultur jaringan itu sendiri, seperti memperhatikan sterilnya peralatan kultur, cepatnya kita memasukkan eksplan ke dalam media botol, penutupan mulut botol yang rapat dan kondisi lingkungan dalam ruang kultur jaringan yang stabil, sedangkan gagalnya kegiatan kultur jaringan kebanyakan disebabkan oleh terjadinya kontaminasi oleh jamur maupun bakteri. Sebagian besar eksplan diserang oleh bakteri, dengan ciri-ciri terdapat bercak berlendir berwarna putih dan berlendir pada eksplan maupun pada media. Bercak ini semakin melebar dan membuat koloni-koloni pada bagian-bagian dari eksplan dan media. Sedangkan pada eksplan yang terkontaminasi oleh bakteri terdapat hyfa berwarna putih yang hitam. Seperti bakteri, jamur ini pun terdapat pada eksplan dan mulai menyebar ke media. Kontaminasi ini bisa terjadi karena beberapa faktor diantaranya adalah kurang sempurnanya proses sterilisasi baik ruangan, peralatan, eksplan, maupun praktikan (aliran udara yang berasal dari pernafasan dan pembicaraan, debu atau partikel yang terhambur dari tubuh praktikan atau bahan steril yang tersentuh oleh praktikan). Oleh sebab itu, sebelum melakukan kegiatan kultur jaringan para praktikan harus memahami prosedur dan aturan dalam kultur jaringan.
              Masalah-masalah yang juga sering muncul dalam kultur jaringan adalah pencoklatan. Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya coklat atau warna hitam yang sering menghambat pertumbuhan eksplan. Pencoklatan ini dapat terjadi akibat kurangnya perendaman eksplan oleh larutan pemutih atau pembersih yang dapat mengurangi terjadinya browning atau dapat juga disebabkan oleh terlalu lamanya kontak eksplan dengan udara luar sebelum eksplan ditanam.
              Vitrifikasi adalah efek yang ditimbulkan oleh adanya kegiatan sub kultur yang dilakukan secara terus menerus. Gejala ini ditandai dengan munculnya pertumbuhan yang tidak normal, Seperti; Variabilitas genetic yang terjadi karena lingkungan mikro yang mencakup lingkungan dalam inkubator, dimana suhu ruangan inkubator sangat menentukan optimasi pertumbuhan eksplan, suhu yang terlalu rendah atau tinggi dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada eksplan.
























BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
              Dari hasil praktikum kerja lapangan yang telah dilaksanakan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
o   Kultur jaringan adalah perkembangbiakan tanaman secara vegetatif dalam kondisi yang serba terkendali (in vitro).
o   Manfaat utama dalam kultur jaringan adalah untuk memperoleh tanaman baru dalam jangka waktu yang relatif singkat, bebas hama penyakit serta mempunyai sifat fisiologi dan morfologi yang sama persis dengan tanaman induknya.
o   Kelemahan kultur jaringan adalah pengadaan alat dan bahan serta ruang khusus, sehingga membutuhkan biaya yang relatif lebih besar dibandingkan dengan teknik perbanyakan lainnya.

5.2 Saran
o   Dalam proses kultur jaringan perlu memperhatikan kesterilisasian alat dan bahan, karena alat dan bahan yang tidak cukup steril dapat menyebabkan planlet terkontaminasi baik oleh jamur maupun bakteri.
o   Sebaiknya Puslitbang-SDH Cepu melakukan uji coba perbanyakan bagian pohon jati yang lain seperti daun untuk mengetahui apakah bagian ini layak diterapkan pada proses kultur jaringan selanjutnya.
               







DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 2011. Jati (on line).
(http://hutankota.org/pepohonan), diakses pada tanggal 22 juni 2011.
Erni, 2006. Pengantar Pemuliaan Pohon Hutan. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.
Prakoeswa, S.A., Ribkahwati dan Suryaningsih, D.R, 2009. Teknik Kultur Jaringan Tanaman Implementasi Beserta Aplikasi, Dan Hasil Penelitian. CV Dian Prima Lestari. Surabaya.
Rahardja, P.C, 1989. Kultur Jaringan, Teknik Perbanyakan Tanaman Secara Modern. PT Penebar Swadaya. Jakarta.
Sumarna, 2004. Budi Daya Jati. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suryowinoto, M., 1996. Pemuliaan Tanaman Secara In Vitro. Kanisius. Yogyakarta.
Wattimena, G.A, 1992. Bioteknologi Tanaman. IPB. Bogor.
Wudianto, R., 1999. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa. Bandung.
Zakaria, F. 2007. Perbanyakan Bibit Jati (Tectona Grandis) Kultur Jaringan Di Pusat Pengembangan Sumber Daya Hutan. PKL tidak diterbitkan. Malang: Program Strata 1 UMM.
Zulharman, 2009. Teknik Pembuatan Dan Pemeliharaan Kebun Pangkas Jati (Tectona grandis L.F.) di BKPH klabang KPH Bondowoso. PKL tidak diterbitkan. Malang: Program Strata 1 UMM.